KPU

Pemprov Sarankan Konflik Agraria di Mukomuko dan Bengkulu Utara Tempuh Jalur Hukum

Pemprov Sarankan Konflik Agraria di Mukomuko dan Bengkulu Utara Tempuh Jalur Hukum

Asisten II Setda Provinsi Bengkulu, RA Denni, menyatakan bahwa pemerintah Provinsi telah menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan yang ada. --(Sumber Foto: Ilham/BETV)

BENGKULU, BETVNEWS - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu menyarankan masyarakat yang berkonflik dengan perusahaan perkebunan di Kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Utara untuk menempuh jalur hukum.

Hal ini lantaran mediasi yang dilakukan Pemprov Bengkulu, Kanwil BPN/ATR Bengkulu tidak menemukan penyelesaian. 

BACA JUGA:Pimpinan DPRD Provinsi Bengkulu Definitif Ucapkan Sumpah Janji untuk Periode 2024-2029

Masing-masing pihak yakni PT Bima Bumi Sejahtera (BBS) di Mukomuko, PT Bimas Raya Sawitindo (BRS), dan PT Purna Wira Darma Upaya (PDU) di Bengkulu Utara, serta masyarakat tetap pada pendidirian mareka.

Asisten II Setda Provinsi Bengkulu, RA Denni, menyatakan bahwa pemerintah Provinsi telah menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan yang ada, yaitu hanya berperan sebagai fasilitator dalam konflik agraria yang melibatkan dua kabupaten. 

BACA JUGA:5 Daftar Resep Pancake Pisang Enak, Mudah Dibuat dan Bikin Nagih

“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014, kalau konflik terjadi di dalam satu kabupaten, maka kewenangannya ada di pemerintah kabupaten. Provinsi hanya memfasilitasi penyelesaian,” ujar Denni, Senin 21 Oktober 2024.

BACA JUGA:Resmi Ditutup! Segini Jumlah Pendaftar PPPK Pemprov Bengkulu

Ia juga menegaskan bahwa rapat yang diadakan tersebut merupakan bentuk akomodasi atas permintaan masyarakat yang merasa dirugikan oleh aktivitas perusahaan perkebunan.

"Kita mengakomodir permintaan masyarakat dan memfasilitasi pertemuan antara masyarakat dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta perwakilan perusahaan," tambah Denni.

BACA JUGA:Pemkot Bengkulu Ajak Masyarakat Maksimalkan Potensi dan Pengelolaan Pariwisata

Namun, hingga saat ini, baik masyarakat maupun pihak perusahaan belum mencapai kesepakatan.

Masyarakat, khususnya petani yang terdampak, menuntut agar perusahaan perkebunan tersebut dibubarkan, dengan dalih bahwa masyarakat memiliki bukti kuat terkait kepemilikan lahan yang diklaim oleh perusahaan.

Di sisi lain, pihak perusahaan mengklaim bahwa aktivitas mereka sah dan telah mendapatkan izin resmi dari instansi terkait, termasuk BPN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: