Pangeran Ali dari Camat Perang sampai Bon Perang
Pangeran Ali dari Camat Perang sampai Bon Perang--(Sumber Foto: Tim/BETV)
Wajar saja blokade Belanda dapat ditembus, sebab Pangeran Ali melakukan hubungan rahasia dengan Pangeran Marga Suku IX Zainul Abidin yang dulu pernah berhadap-hadapan dengannya dalam sengketa wilayah, tapi kemudian demi membela proklamasi keduanya bekerjasama bahu-membahu.
BON PERANG.
Sejak Lebong Tandai dan Napal Putih ditetapkan sebagai markas gerilya dan Pusat Pemerintahan Gubernur Militer Sumatera Bagian Selatan banyak Tentara reguler dan Laskar datang silih berganti.
Tidak hanya itu, rakyat korban perang juga berdatangan sebagai pengungsi karena Napal Putih dan sekitarnya dianggap aman dari pasukan musuh. Tentu kas pemerintah sangat terbatas untuk membiayai ini semua.
Disinilah nasionalisme diuji oleh sejarah, rakyat Marga Ketahun dengan segala keterbatasannya membantu menyediakan tempat tinggal dan makan-minum.
Napal Putih yang sejak dulu ramai dengan aktifitas perdagangan banyak didatangi oleh Pedagang dari luar bahkan dari luar Hindia Belanda.
Seorang perantau dari Pakistan yang bernama Tuan Gafur membuka toko sembako disana. Tentu saja situasi perang membuat aktifitas perniagaannya terganggu.
Apalagi Tuan Gafur juga ikut angkat senjata bergabung dengan pasukan AK Gani di Lebong Tandai.
"Saat Lebong Tandai dibombardir oleh Belanda dari udara pada Mei 1949, Tuan Gafur bertugas di front Air Siman. Tembak menembak antara pasukan kita dengan musuh berlangsung hingga malam hari", ujar Amirudin cucu menantu Pangeran Ali saat berkisah pada Iwan Jaya anaknya.
Ketika perang usai karena perjanjian KMB tanggal 27 Desember 1949 situasi di Napal Putih berangsur-angsur normal.
Betapa terkejutnya Tuan Gafur ketika pulang ke rumah keluar dari gerilya didapatinya warungnya yang dulu besar dan lengkap tapi kini terlihat kosong melompong.
Sang istri bercerita bahwa sepeninggal suaminya hampir tiap hari tentara dan laskar datang berhutang kebutuhannya seperti minyak, gula, beras, garam dan rokok.
"Tiap kali mereka berhutang saya selalu mencatatnya", ujar istrinya saat melihat Tuan Gafur nampak masih bingung.
Tuan Gafur tidak marah dia bahkan bangga bahwa istrinya turut mendukung perjuangan melawan musuh.
"Tak apalah, nanti kita cari rezeki lain lagi, yang harus disyukuri kita semua bisa berkumpul lagi dengan selamat", ujar Tuan Gafur tersenyum sambil menggantungkan senapan Garand kaliber 30-06 Springfield andalannya didinding rumah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: