Penembakan Petani Pino Raya Bentuk Pelanggaran Hukum Berat, Ketua HIMASEL: Pelaku Harus Segera Diproses
Penembakan Petani Pino Raya Bentuk Pelanggaran Hukum Berat, Ketua HIMASEL: Pelaku Harus Segera Diproses--(Sumber Foto: ist/BETV)
BENGKULU, BETVNEWS - Ketua Himpunan Mahasiswa Seluma (HIMASEL), Rego Bangkito, mengecam keras insiden penembakan yang diduga dilakukan aparat keamanan PT Agro Bengkulu Selatan (PT ABS) terhadap warga Pino Raya. Akibat insiden tersebut, lima petani mengalami luka berat dan kini tengah menjalani perawatan intensif.
Rego menyebut penembakan ini sebagai bentuk eskalasi paling serius dari tindakan represif yang selama ini dialami warga.
BACA JUGA:Sempat Ricuh, Pemkot dan Pedagang KZ Abidin Siap Gelar Diskusi untuk Temukan Jalan Keluar
BACA JUGA:PKL Pasar Minggu Tolak Ditertibkan, Ini Alasan Mereka
Menurutnya, berbagai bentuk intimidasi mulai dari perusakan pondok, penghancuran tanaman, hingga kriminalisasi warga telah terjadi berulang kali.
“Penembakan ini bukan lagi sekadar konflik agraria, tetapi tindakan kekerasan bersenjata yang mengancam hak hidup dan keamanan warga sipil,” tegas Rego.
BACA JUGA:PAW Ketua DPRD Bengkulu Mulai Diproses, Surat DPP Golkar Akhirnya Dibacakan
BACA JUGA:Konflik Sengketa Lahan Memanas, 5 Petani Jadi Korban Tembakan, Identitas dan Kronologi Terungkap
Secara hukum, Rego menilai tindakan tersebut memenuhi unsur tindak pidana penganiayaan berat sebagaimana diatur dalam Pasal 354 dan 355 KUHP. Ia juga menilai peristiwa ini berpotensi menjadi pelanggaran hak asasi manusia sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Penggunaan kekuatan mematikan oleh aparat keamanan korporasi adalah pelanggaran serius terhadap prinsip legalitas, akuntabilitas, dan proportionality. Tidak ada dasar hukum yang dapat membenarkan tindakan ini,” ujarnya.
BACA JUGA:Puncak HGN dan HUT PGRI 2025, Gubernur Helmi Hasan Serahkan Bantuan Rp1,1 Miliar
BACA JUGA:Senam Merah Putih Warnai Perayaan HUT ke-57 Provinsi Bengkulu, OJK, dan RBTV
Rego juga menyoroti aspek konstitusional yang diabaikan negara. Ia menegaskan bahwa Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menjamin hak atas rasa aman bagi setiap warga negara.
Menurutnya, ketika negara tidak hadir melindungi petani kelompok rentan yang menjadi korban, maka negara telah gagal menjalankan kewajiban konstitusionalnya. Ia menyebut sikap pasif negara dapat diartikan sebagai pembiaran.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

