"Sesungguhnya telinga itu berdengung hanya ketika datang berita baik ke ruh, bahwa Rasulullah SAW telah menyebutkan orang (pemilik telinga yang berdengung) tersebut dengan kebaikan di al-Mala' al-A'la (majlis tertinggi) di alam ruh."
Sementara, seorang sufi punya pandangan tentang fenomena seperti telinga berdenging atau berdengung, dapat ditafsirkan sebagai tanda maupun simbol berupa komunikasi antara manusia dan alam semesta, atau antara manusia dan Allah.
Tradisi sufi menyebutkan bahwa hal tersebut merupakan, suara di dalam diri yang mencoba untuk berkomunikasi atau memberikan pesan.
Disebutkan dalam kitab lainnya, Imam almunawi menjelaskan bahwa ketika telinga berdenging kita sedang disebutkan di alam ghaib. Lantas hadits itu disebutkan sebagai hasan, walaupun tidak secara spesifik menyebutkan tentang alam malakut.
Nabi Muhammad menyampaikan bahwa, bagi siapa pun yang telinganya berdenging harus membaca basmalah serta berdoa agar Allah Ta'ala menyebutkan namanya dengan baik. Telinga berdenging mirip dengan tanda melalui mimpi, siapapun yang bermimpi pernah bertemu dengannya (Rasulullah SAW), ia berarti telah melihat kebenaran.
BACA JUGA:Pecinta Anabul Perlu Tahu, Ini Alasan Kenapa Kucing Tidak Masuk Surga Menurut Islam
Hanya saja terkadang mimpi dapat dipengaruhi dengan pemahaman kita tentang hakikat nabi dan kecintaan kita terhadap beliau. Sehingga perlunya bagi setiap manusia dapat menemukan kebenaran atas sesuatu, malalui pemahaman spiritualnya atau pengalaman mereka sendiri.
Ada pula yang tidak menyetuju dengan adanya pendapat tersebut. Diketahui hadits yang menjadi rujukan tentang telinga berdenging tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Al-Bukhari menyatakan bahwa perawi hadits tersebut adalah munkarul hadits atau perawi hadits yang tidak bisa diterima haditsnya. Bahkan, tidak ada keterangan bahwa telinga berdenging adalah panggilan dari Rasulullah, hadits itu hanya berisikan anjuran untuk membaca shalawat saat telinga berdenging.
"Jika telinga salah seorang di antara kalian berdenging, maka hendaknya ia mengingatku (Rasulullah SAW), membaca sholawat kepadaku, dan mengucapkan: "Dzakarallahu man dzakaroni bikhairin (Semoga Allah SWT mengingat orang yang mengingatku dengan kebaikan)." (HR. al-Hakim, Ibn as-Sinni, at-Thabrani)
Sejumlah ulama beragumen tentang hadits tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan. Hadits tersebut diriwayatkan oleh sejumlah perawi termasuk al-Azizi dalam shiroh al-munir.
BACA JUGA:Perlu Tahu! 6 Hewan Ini Dilarang Dibunuh Menurut Islam, Apa Saja?
Melalui jalur Muhammad bin Ubaidillah dari Ma'mar, dari bapaknya. Disebutkan Imam Bukhari: "Ma'mar dan bapaknya, keduanya adalah munkarul hadits," (al-Lali' al-Masnu'ah, 2/242)
Menurut ad-Daruquthni menagatakan: Muhammad bin Ubaidillah 'Matruk' (perawi yang tidak diindahkan haditsnya). Selanjutnya dikomentari al-Uqaili: "Hadits yang tidak ada asalnya (tidak ada di kitab hadits). Sementara Muhammad bin Ubaidillah dinyatakan oleh Bukhari sebagai munkarul hadits." (ad-Dhu'afa' 390, dinukil dari Silsilah al-Ahadits adh-Dhaifah, 6/138)
Sehingga menurut mereka hadits tersebut tak dapat dipertanggung jawabkan dan tidak perlu diperhatikan. Bahkan dijadikan acuan sumber rujukan, beberapa orang beranggapan bahwa klaim tersebut dapat menyesatkan orang lain.
Meskipun begitu, kita sebagai umat Islam perlu untuk tetap bersholawat kepadanya (Rasulullah SAW), baik dalam kondisi apapun tidak hanya pada saat telinga berdenging saja.