BENGKULU, BETVNEWS - Sejumlah guru honorer lulusan S1 Pendidikan non-SLB (Sekolah Luar Biasa) yang mengajar di SLB terancam tidak bisa mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2024.
Salah satu guru honorer di SLB Negeri 3 Kota Bengkulu, Novi Andria Saputri, mengungkapkan bahwa saat melakukan pendaftaran melalui portal SSCASN (Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara), para lulusan PGSD, PG PAUD, dan PGTK yang mengajar di SLB tidak bisa melanjutkan proses pendaftaran karena tidak ada pilihan formasi.
BACA JUGA:Forum Ekonomi Regional di Bengkulu: Tingkatkan Investasi untuk Pembangunan Daerah
"Di portal itu, bagian formasi jabatan terkunci. Jadi, kami tidak bisa melanjutkan pendaftaran, hanya sebatas membuat akun," ujar Novi, yang sudah 9 tahun mengajar di SLB, pada Kamis, 10 Oktober 2024.
BACA JUGA:DLH Kota Bengkulu Catat Realisasi PAD Sampah hingga Oktober Baru Rp804 Juta
Ia mengatakan telah mendatangi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Bengkulu untuk menanyakan kendala yang mereka hadapi. Namun, setelah berkonsultasi, mereka disarankan untuk memilih formasi jabatan lain dengan menurunkan kualifikasi pendidikan ke jenjang SMA sederajat.
"Disarankan untuk tidak memilih sesuai ijazah, melainkan memilih SMA agar bisa melanjutkan ke administrasi. Namun, jawaban tersebut justru membuat kami, para guru yang sudah bertahun-tahun mengajar, merasa dirugikan," kata Novi.
BACA JUGA:Polisi Gelar Rekonstruksi Pembunuhan 2 Warga Jambi di Kota Bengkulu, Tersangka Peragakan 23 Adegan
Lebih lanjut, Novi menjelaskan bahwa banyak rekannya yang telah mengabdi belasan tahun, bahkan ada yang sudah 14 tahun, serta sebagian sudah menjadi guru bersertifikasi atau sedang menjalani Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Ia berharap ada solusi atas permasalahan ini, karena jika memilih menggunakan ijazah SMA, sertifikasi mereka tidak akan berlaku, dan jabatan mereka akan beralih menjadi tenaga administrasi sekolah.
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Berikan Penjelasan Terkait Polemik Penunjukan Pj Sekda Lebong
"Sekarang, ada di antara kami yang sudah bersertifikat dan ada yang sedang dalam proses sertifikasi. Jika kami memilih SMA, sertifikasi kami tidak akan berlaku, sehingga kami merasa sangat dirugikan," tambahnya.
BACA JUGA:Proyek Tol Taba Penanjung-Betungan Diapresiasi, Masyarakat Ingin Kepemimpinan Rohidin Dilanjutkan
Novi mewakili rekan-rekannya berharap nasib guru lulusan S1 PGSD, PG-PAUD, dan PGTK bisa dipertimbangkan kembali, sehingga harapan mereka untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai kualifikasi pendidikan dapat terwujud.
"Kami selama ini hanya menjadi penonton. Teman-teman kami yang baru masuk dua tahun sudah bisa ikut seleksi dan dinyatakan lulus, sementara kami yang telah bertahun-tahun tidak memiliki kesempatan itu," ujarnya dengan nada sedih.