Jalan Terjal Perlindungan Anak: Ancaman Serius Generasi Emas Indonesia
Keberadaan KPAI sebagai salah satu LNHAM yang independen diperkuat oleh UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.--(Sumber Foto: Tim/BETV)
Kerja pengawasan KPAI tidak hanya berfokus pada pemerintah atau penegakan hukum. Namun KPAI juga mewadahi pendapat-pendapat anak terkait isu-isu yang berkaitan dengan mereka. Sepanjang tahun 2024, KPAI telah melakukan dua kali konsultasi anak secara online. Pertama terkait perlindungan anak di ranah online bersama 100 anak. Kedua, konsultasi mendalam dengan lebih dari 600 anak baik secara langsung di beberapa titik lokasi pengawasan di seluruh Indonesia termasuk wilayah 3T, maupun melalui zoom meeting, untuk mendengarkan pendapat dan rekomendasi anak-anak atas situasi pelindungan dan pemenuhan hak anak. Pengawasan yang dilakukan KPAI tidak hanya yang dilakukan dengan K/L, Pemerintah Daerah dan Dinas terkait, tetapi langsung bertemu dan berinteraksi dengan anak-anak. Hal ini membuktikan akurasi dan tingkat komprehensif pengawasan KPAI.
Kondisi anak di atas adalah beberapa kasus besar yang ditangani oleh KPAI, tentu saja masalah anak yang lain masih banyak yang belum tersampaikan namun sudah masuk dalam pengaduan dan sudah terselesaikan. Dengan kondisi ini dan upaya yang sudah dilakukan oleh KPAI, beberapa rekomendasi strategis yang disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Mendesak pemerintah daerah, terutama di 10 Provinsi dengan pemenuhan akta lahir terendah nasional, untuk mencapai target 100% pemenuhan akta lahir sesuai RPJMN 2020-2024. Serta K/L terkait dengan pembangunan desa dan wilayah tertinggal agar menjadikan pelindungan anak dan pemenuhan hak anak sebagai perspektif dan strategi pembangunan wilayah tersebut.
2. Mendesak Pemerintah, penyelenggara Pemilu, Partai Politik dan semua elemen masyarakat wajib menggunakan perspektif hak anak dalam melaksanakan hak-hak dan agenda politiknya.
BACA JUGA:Satu Anggota Polresta Bengkulu Dipecat Tidak Hormat
3. Mendesak Pemerintah, khususnya Badan Gizi Nasional sebagai lembaga pengarh program Makan Bergizi Gratis untuk bekerjasama dengan K/L terkait, melakukan proses “mendengar pendapat anak” terkait pelaksanaan program tersebut.
4. Meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, untuk segera menyusun Peraturan Presiden tentang Pencegahan Perkawinan Anak dan Optimalisasi Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak. Mahkamah Agung, harus berkomitmen dalam memperketa prosedur isbat nikah di Pengadilan Agama, khususnya terkait penyalahgunaan pasal 7 ayat (3) huruf e yang sering digunakan untuk melegalkan pernikahan sirri usia anak. Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, perlu menyelerasakan program prioritas dari tingkat pusat hingga tingkat daerah, memperkuat fungsi pencegahan serta penguatan alokasi anggaran DAK non fisik untuk program pencegahan & penanganan perkawinan anak. Serta diperlukan sistem satu data yang mencatat seluruh perkawinan anak, baik yang dimohonkan kepada pengadilan maupun perkawinan yang tidak tercatat.
5. Mendorong pemerintah pusat yang memiliki lembaga layanan pengasuhan untuk membuat standar nasional yang dapat diterapkan oleh masyarakat penyelenggara TPA, TAS, TARA, TAMASYA, Panti Asuhan, Daycare, Comunity Parenting Desmigratif, pondok pesantren dan sejenisnya. Pemerintah daerah juga diharapkan untuk melakukan pengawasan yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas layanan pengasuhan tersebut.
6. Meminta Pemerintah Daerah untuk merevisi Peraturan Daerah terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan merujuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan PP Nomor 28 tahun 2024 terkait kewajiban daerah menetapkan dan mengimplementasikan Kawasan Tanpa Rokok dan mengembangkan aturan yang lebih ketat, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah, guna melindungi anak-anak serta masyarakat dari dampak negatif konsumsi tembakau.
7. Meminta Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memperkuat koordinasi dalam pengelolaan sistem penanganan percepatan penurunan stunting, dengan fokus konvergensi data memungkinkan intervensi yang lebih spesifik dan sensitif, sehingga dapat tepat sasaran dalam mengatasi masalah stunting.
8. Mendesak Pemerintah untuk mewujudkan sistem satu data pendidikan nasional, khususnya anak yang tidak sekolah, serta melakukan pemetaan ulang terhadap akses dan mutu pendidikan melalui verifikasi lapangan. Hal ini bertujuan untuk memastikan penyebaran satuan pendidikan yang dapat memenuhi hak pendidikan anak Indonesia. Hasil pemetaan tersebut diharapkan dapat menjadi dasar untuk membuka unit sekolah baru, melakukan regrouping, atau menerapkan sistem pendidikan satu atap (SATAP).
9. Mendesak Pemerintah memastikan satuan pendidikan tidak mengeluarkan peserta didik pelaku atau korban kekerasan, Anak Berkonflik Hukum, Anak Korban Narkoba, Anak Korban KTD (kehamilan tidak diinginkan), serta Anak Korban perilaku menyimpang lainnya.
BACA JUGA:Awas, 6 Kesalahan Memakai Serum Vitamin C Fatal Bagi Wajah, Bikin Kulit Makin Kusam
10. Mendorong pemerintah untuk mengembangkan pendekatan pencegahan yang inovatif dalam keluarga, lingkungan sosial, budaya, dan dunia pendidikan terutama pada pemanfaatan ruang digital yang sehat dan aman, melalui sinergi dan kolaborasi antara Pemerintah dan Masyarakat.
11. Memastikan bahwa pemerintah memiliki strategi yang komprehensif dalam RAN-PE, dengan langkah-langkah yang sistematis, terencana, dan terpadu serta melibatkan kolabosi aktif dari seluruh pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


