Kasus Penembakan Petani Pino Raya Dinilai Janggal, Kuasa Hukum Ungkap Banyak Pelanggaran
Kasus Penembakan Petani Pino Raya Dinilai Janggal, Kuasa Hukum Ungkap Banyak Pelanggaran--(Sumber Foto: Ilham/BETV)
BENGKULU, BETVNEWS - Penanganan kasus penembakan lima petani Pino Raya, Bengkulu Selatan, oleh pihak keamanan PT Agro Bengkulu Selatan (ABS) pada 24 November 2025 kembali menuai sorotan. Selain laporan polisi terkait penembakan, Kepolisian Resor Bengkulu Selatan juga membuat laporan atas dugaan penganiayaan terhadap pihak keamanan PT ABS.
Sebelumnya, kuasa hukum para petani telah mengajukan laporan dengan pasal dugaan tindak pidana penganiayaan berat, percobaan pembunuhan, serta penggunaan senjata api tanpa hak. Namun sejumlah pasal tersebut disebut dipreteli oleh petugas penerima laporan dengan berbagai alasan teknis, termasuk sistem komputer dan arahan agar laporan hanya memuat satu pasal.
BACA JUGA:Belanja Pegawai Tinggi, DPRD Minta Pemkot Turunkan Anggaran hingga 30 persen
Akhirnya laporan hanya termuat dua pasal, yakni Pasal 351 ayat (2) KUHP dan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat—yang kemudian kembali dipersempit menjadi satu pasal saat proses penyelidikan. Imbasnya, laporan terkait penyalahgunaan senjata api dijadikan laporan model A sehingga korban tidak lagi memperoleh hak atas perkembangan penyidikan.
Kuasa hukum petani telah mengajukan surat keberatan, namun hingga kini belum menerima jawaban resmi dari Polres Bengkulu Selatan.
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Dorong Perusahaan Lokal Jadi Penyalur Resmi Program Magang ke Luar Negeri
Perwakilan petani, Edi Hermanto, korban penembakan sekaligus perwakilan Forum Masyarakat Pino Raya (FMPR), mengungkap adanya intimidasi dari berbagai pihak.
“Kami telah menerima banyak intimidasi, baik dari pihak perusahaan, aparat penegak hukum, bahkan pemerintah kecamatan dan kabupaten. Oleh karenanya, kami meminta konflik agraria ini segera diselesaikan dan penanganan perkara penembakan terhadap kami segera diusut demi kepastian dan keadilan,” ujar Edi.
Ia menegaskan bahwa para petani kini membutuhkan jaminan perlindungan.
“Kami juga meminta perlindungan dan jaminan rasa aman agar bisa kembali beraktivitas dan dapat mengakses lahan kami dengan aman,” tambahnya.
BACA JUGA:Indisipliner, Persetujuan Teknis Satu Orang PPPK Paruh Waktu Dibatalkan
Kuasa Hukum Akar Law Office, Ricki Pratama Putra, menilai proses penyidikan sarat dengan kejanggalan.
“Sepanjang proses penyidikan kami menemukan banyak pelanggaran prosedur, disiplin, dan kode etik. Ketika saksi-saksi dipanggil, kami melihat anggota Polres Bengkulu Selatan meminum minuman tradisional (tuak), dan saat pemeriksaan berlangsung musik di ruangan OPSNAL ditinggikan sehingga mengganggu kenyamanan saksi,” ungkap Ricki.
Ia juga menyebut adanya dugaan diskriminasi dalam pengambilan visum.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

