BACA JUGA:Dipanggil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Ini Pengakuan Oknum Kepsek yang Digrebek
Di Provinsi Bengkulu berdiri satu PLTU batubara berkapasitas 2x100 MW di Teluk Sepang dan bongkar muat batubara serta tempat penumpukan batubara (stokpile) di pesisir Teluk Sepang Kota Bengkulu.
BACA JUGA:Dipanggil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Ini Pengakuan Oknum Kepsek yang Digrebek
"Dampak yang dirasakan adalah terancam kehilangan sumber penghidupan. Contohnya nelayan tradisional di Teluk Sepang Kota Bengkulu. Sejak tahun 2019 hingga tahun 2022, pendapatan ikan menurun drastis,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, hal itu didukung oleh data UPTD Pelabuhan Perikanan Pulau Baai Bengkulu merilis pada 2019 produksi ikan nelayan mencapai 8,6 juta ton menjadi 7,5 juta ton.
BACA JUGA:Pria di Bengkulu Utara Ditemukan Meninggal Dunia dengan Mulut Berbusa
Selanjutnya pada 2020, turun menjadi 4,2 juta ton pada 2021 dan terus merosot ke angka 2,4 juta ton pada 2022.
BACA JUGA:Motor Kurir Pengiriman Barang Ludes Terbakar, Begini Kronologisnya
Kondisi ini memaksa para nelayan menghentikan aktivitas melautnya dan memilih untuk mencari pekerjaan di darat.
BACA JUGA:BI Bengkulu Sebar Kas Keliling, Layanani Penukaran Uang
Bekerja sebagai buruh tani, buruh nelayan, kuli bangunan hingga bekerja sebagai pembuka terpal dan bongkar batu bara.
BACA JUGA:Gaji Perangkat Desa di Kabupaten Ini Akan Dibayar 3 Bulan, TPP ASN Dikorbankan
“Dari film ini terlihat jelas bahwa Negara mengabaikan kesejahteraan hidup rakyatnya. Penguasa dan pengusaha hanya mementingkan keuntungan bisnis. Sedangkan ditingkat tapak rakyatnya tercekik penderitaan,” jelasnya.
BACA JUGA:Terbaru! 4 Bansos Ini Bakal Cair April 2023, Bisa Buat Modal Lebaran hingga Rp2.400.000
Ia menegaskan, solusi atas krisis iklim adalah Negara harus segera mempensiunkan PLTU batu bara dan beralih ke energi yang adil dan berkelanjutan. (*)