Apalagi, frekuensinya memang over bila dibanding dengan presiden-presiden sebelumnya. Dan, hasil dari kunjungan itu, tentu tidak bisa dilihat dalam waktu sekejap.
Soal biaya yang besar itu, sepertinya sangat disadari oleh pihak istana.
Maka, upaya menekan biaya perjalanan pun dilakukan. Yang saya tahu adalah terkait dengan jurnalis.
Selama mengikuti perjalanan ini, wartawan hanya mendapat fasilitas transportasi. Artinya, yang gratis hanya pesawatnya dan kendaraan selama berada di negara tujuan.
BACA JUGA:Jejak Gus Dur: Mata Buta, Tapi Bisa Baca
Untuk akomodasi; hotel dan makan ditanggung sendiri. Makan gratis hanya ketika ada jamuan makan, baik yang diadakan KBRI atau oleh tuan rumah.
Ini sangat beda dengan era Pak Harto. Semua gratis. Juga dapat uang saku, baik dari negara, maupun dari keluarga Cendana yang ikut serta.
“Kadang kita masih dibelikan oleh-oleh,” kata seorang wartawan senior.
BACA JUGA:Jejak Gus Dur: Bapak Tionghoa Indonesia
Saya punya pengalaman mengikuti kunjungan dengan Gus Dur ke 12 negara di Asia dan Eropa.
Dimulai dari Arab Saudi, lalu ke beberapa negara di Eropa, India, Jepang, Korea Selatan dan berakhir di Thailand.
Untuk mengikuti kunjungan itu, saya harus membawa uang dollar cukup banyak. Karena itu, hanya kantor-kantor media besar saja yang berani mengikutkan wartawannya.
BACA JUGA:Jejak Gus Dur: Bukti Kesaktian, Bisa Dengar Meski Tidur
“Dengan mengikutkan wartawan ke luar negeri, perusahaan media mendapatkan keuntungan besar. Karena itu, mereka harus mengeluarkan dana sendiri. Membiayai sendiri. Jangan menggunakan uang rakyat,” begitulah alasan yang pernah disampaikan Gus Dur.
Alasan yang rasional. Mudah dipahami! Tapi, lagi-lagi tidak semua bisa menerima dan memahaminya.
BACA JUGA:Jejak Gus Dur: Dibalik Pemecatan SBY dan JK