BETVNEWS - Belakangan ini muncul di media elektronik mengenai ahli yang berpendapat bahwa Kejaksaan saat ini telah berubah menjadi lembaga Superbody.
Kendati begitu, Suparji Ahmad, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar punya pendapat yang berbeda.
Suparji menegaskan, bahwa Kejaksaan memang diberikan kewenangan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Namun hanya khusus tindak pidana korupsi.
BACA JUGA:Kejaksaan Tinggi Bengkulu Gelar Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila
"memang praktek di beberapa negara, Jaksa diberikan kewenangan tersebut, yaitu dalam perkara-perkara yang sulit pembuktiannya. Contohnya adalah tindak pidana korupsi dengan modus yang rumit dan komplek," ujarnya.
BACA JUGA:Kejagung RI Periksa 8 Saksi Terkait Kasus Korupsi Komoditi Emas Tahun 2010-2022
Suparji juga menekankan, bahwa kewenangan tersebut merupakan hal yang biasa.
Bahkan kata Suparji, saat ini aparat penegak hukum itu dinantikan kinerjanya oleh masyarakat, bukan untuk berebut kewenangan.
BACA JUGA:Kejari Seluma Selesaikan Kasus Penganiayaan Berdasarkan Keadilan Restoratif
Ia mengambil contoh kasus korupsi komiditas timah. Jika hanya ditangani melalui penegakan administrative penal law, maka yang terjaring hanyalah pelaku-pelaku kecil, seperti penambangan tanpa izin.
Kejaksaan melalui instrumen tindak pidana korupsi justru membongkar sistem jahat atau mafia di sektor pertambangan. Dimana pada kenyataannya, rakyat kecil yang dirugikan.
Sedangkan ada pihak-pihak tertentu yang menikmati hasil pertambangan secara berlimpah-ruah secara ilegal.
BACA JUGA:Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Anak, Kejati Bengkulu Gelar Edukasi di SMA St Carolus
Suparji berpendapat, bahwa pemberitaan-pemberitaan yang menyudutkan Kejaksaan apalagi terkait masalah kewenangan, bahkan pembunuhan karakter di media sosial terhadap pejabat Kejaksaan, merupakan serangan balik koruptor (corruptor fight back).
Hal ini dilakukan dengan cara mengadu domba antar penegak hukum, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan antar lembaga.