Pangeran Ali dari Camat Perang sampai Bon Perang

Selasa 12-11-2024,09:34 WIB
Reporter : Tim Liputan
Editor : Ria Sofyan

"Ini perintah, kepada Tuan Pangeran supaya menerima tanggung-jawab sebagai Camat untuk wilayah Ketahun-Sebelat", ujar Mohamad Hasan suatu sore.  

Lama Pangeran Ali termenung sebelum mengangguk,  bisa saja dia menolak apalagi mereka berdua teman lama sejak Mohamad Hasan bertugas sebagai Guncho di Lais saat jaman Jepang. 

Mohamad Hasan yakin bahwa perintahnya tak akan ditolak, dia tahu betul sosok dihadapannya sejak jaman Belanda  adalah pengobar semangat kebangsaan lewat PERTI dan Muhammadiyah. Dia tahu betul bahwa sampai tulang sumsum Pangeran Ali adalah merah putih. 

Oya uniknya pengangkatan Pangeran Ali sebagai Camat tidak ada pelantikan dan tidak ada Surat Keputusan dan tanpa gaji hal itu dikarenakan situasi genting perang revolusi. 

Sejak itu pula Pangeran Ali mendapat julukan sebagai Camat Perang, tugasnya adalah memberikan penerangan melalui rapat-rapat terbatas atau rapat umum supaya rakyat bersatu-padu mendukung proklamasi.

Dukungan dapat berupa tenaga, pikiran atau jika mampu dapat juga memberi uang dan hasil bumi berupa pisang, kelapa, beras, jagung untuk logistik perang melawan Belanda.  

Pangeran Ali lebih dulu memberi contoh nyata dengan menjual 2 mobil truck dan 1 mobil penumpang merk Ford buatan Amerika miliknya dan uangnya diberikan kepada Muhamad Hasan selaku Bupati.

Pangeran Ali juga mendapat tugas berat yaitu menembus blokade Belanda di Muara Aman yang melarang beras dibawa keluar dari Muara Aman.

Semula harga beras sekaleng di Napal Putih saking langkanya dihargai 22 gram emas atau senilai 36 ribu rupiah URIPSS (Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera Selatan) tapi berkat usaha Pangeran Ali mendatangkan beras dari Muara Aman maka harganya turun menjadi 1,5 gram emas perkaleng. 

Wajar saja blokade Belanda dapat ditembus, sebab Pangeran Ali melakukan hubungan rahasia dengan Pangeran Marga Suku IX Zainul Abidin yang dulu pernah berhadap-hadapan dengannya dalam sengketa wilayah, tapi kemudian demi membela proklamasi keduanya bekerjasama bahu-membahu.

BON PERANG. 

Sejak Lebong Tandai dan Napal Putih ditetapkan sebagai markas gerilya dan Pusat Pemerintahan Gubernur Militer Sumatera Bagian Selatan banyak Tentara reguler dan Laskar datang silih berganti. 

Tidak hanya itu, rakyat korban perang juga berdatangan sebagai pengungsi karena Napal Putih dan sekitarnya dianggap aman dari pasukan musuh. Tentu kas pemerintah sangat terbatas untuk membiayai ini semua. 

Disinilah nasionalisme diuji oleh sejarah, rakyat Marga Ketahun dengan segala keterbatasannya membantu menyediakan tempat tinggal dan makan-minum. 

Napal Putih yang sejak dulu ramai dengan aktifitas perdagangan banyak didatangi oleh Pedagang dari luar bahkan dari luar Hindia Belanda.

Seorang perantau dari Pakistan yang bernama Tuan Gafur membuka toko sembako disana. Tentu saja situasi perang membuat aktifitas perniagaannya terganggu. 

Kategori :