Pangeran Ali dari Camat Perang sampai Bon Perang

Selasa 12-11-2024,09:34 WIB
Reporter : Tim Liputan
Editor : Ria Sofyan

Sulit dipercaya memang, bagaimana mungkin menjamu makan- minum untuk lawan berperkara. 

Disitulah salah satu letak kelebihan Pangeran Ali dengan strateginya, apalagi rombongan Marga Suku IX tidak membawa bekal makanan, dia ingin menunjukkan persaudaraan walaupun disisi lain aset Marga Ketahun berupa tambang emas sedang terancam hilang.

Esoknya kedua-belah fihak berangkat menuju lokasi sengketa, seminggu sebelumnya Pangeran Ali sudah memerintahkan tim untuk mendirikan pondok darurat sebagai tempat menginap dilokasi-lokasi sengketa karena akan dilakukan spot check (pemeriksaan setempat) mengingat pemeriksaan lokasi itu diperkirakan tidak kurang akan menghabiskan waktu sekitar 3 hari. 

Seluruh kebutuhan makan minum termasuk untuk rombongan  Marga Suku IX dan Controleur Rejang dari Kepahiang ditanggung oleh tim Pangeran Ali.

Beberapa makanan mewah berupa roti berlapis keju dan minuman beralkohol seperti bir merk Heinekens juga disuguhkan oleh Tim Pangeran Ali. 

Makanan dan minuman mewah dizaman itu seperti roti dan bir dengan mudah didapatkan Pangeran Ali mengingat di Lebong Tandai saat itu beroperasi Mijnbouw Maatschappij SIMAU sebuah perusahaan tambang emas milik Belanda. 

Hari ke 3 selesailah pemeriksaan batas-batas lokasi yang disengketakan.

Pangeran Zainul Abidin yang terkenal jago pidato memberikan pandangannya atas seluruh rangkaian pemeriksaan, semua orang terkagum atas argumentasinya apalagi dengan fasih ia memaparkan sejarah leluhurnya sebagai fihak yang menurutnya berhak atas lokasi-lokasi itu. 

Lalu tibalah giliran Pangeran Ali memberikan pendapatnya, suasana hening menunggu apa yang akan disampaikannya.

Sebenarnya tim Marga Ketahun khawatir  jika mereka kalah apalagi Pangeran Ali tidak lahir dan besar di Marga Ketahun tentu pengetahuannya tentang sejarah tidak selengkap pemaparan Pengeran Zainul Abidin.

Ditengah pidatonya Pangeran Ali meminta semua rombongan yang hadir melihat peta lokasi buatan Belanda yang ada didepan, lalu ia menunjuk titik dimana tertulis 'batu etok' yang dalam bahasa Indonesia artinya batu retak.

Menurut Pangeran Ali, penyebutan nama batu etok di peta itu membuktikan bahwa lokasi itu milik suku Pekal Marga Ketahun karena menggunakan bahasa Pekal untuk menyebut batu retak.

"Jika itu milik Marga Suku IX pastilah dipeta akan tertulis "buteu retok" sesuai dengan bahasa Rejang", ujar Pangeran Ali.  

Sontak anggota tim Marga Ketahun tersenyum sumringah, bertambahlah kekaguman mereka pada kecerdasan pemimpinnya, sementara perwakilan Controleur Rejang dan Controleur Lais manggut-manggut mendengar uraian yang logis dan masuk akal itu. 

Sebulan setelahnya, keluar putusan Residen Bengkulu bahwa lokasi itu memang benar dan sah milik Marga Ketahun.

Entah ada hubungan apa tidak antara putusan itu dengan  jamuan 'mewah' berupa bir dan roti keju dari Pangeran Ali kepada pembesar Belanda saat perkara itu berlangsung.

Kategori :