Sempat Syok, dan Sedih Tinggalkan Anak
Tulisan ini langsung dari Rk, yang dinyatakan positif Covid-19 dan kini menjalani karantina di Wisma Atlet Jakabaring. Maksud Rk membuat tulisan ini agar masyarakat mengetahui kondisi karantina yang sebenarnya dan bagaimana tenaga kesehatan bekerja dengan maksimal dalam penyembuhan pasien serta apa yang dilakukan pasien selama dikarantina. Tulisan akan dibuat dalam beberapa episode. TAK pernah terbayang, jika selama ini saya yang kerap menulis berita tentang Covid-19 harus juga merasakan menjadi bagian dari pandemi ini. Syok, sudah pasti karena selama ini saya tidak pernah merasakan gejala Covid-19. Namun, apa mau dikata, hasil Swab menunjukkan saya positif Covid-19. Otomatis saya harus dikarantina sesuai protokol kesehatan yang berlaku. Saya tidak tahu tertular atau menularkan. Yang jelas, awal tahu ada Covid -19 di keluarga kami, setelah ibu saya mengalami stroke. Pada 5 Mei 2020, ibu saya tiba-tiba terjatuh dari kursi. Setelah itu, ibu saya mengalami kejang. Karena, ibu saya memang sudah tiga tahun ini terkena stroke, jadi kami berfikir ini adalah serangan kembali. Melihat kondisi ibu, kami cemas dan berinisiatif membawanya ke RSMH. Setelah masuk UGD, ibu saya dirontgen dan hasilnya ternyata ada pneumonia, sekali lagi tidak ada gejala yang membuat ibu saya merasakan pneumonia. Melihat hasil Rontgen, dokter langsung mengambil langkah Swab, dan hasilnya baru keluar satu minggu kemudian. Yang mengejutkan, hasil Swab ibu saya ternyata positif Covid-19. Setelah tahu hasil ibu saya, saya langsung Tes Rapid dan hasilnya negatif. Namun, setelah itu saya Swab. Hasilnya mengejutkan, saya juga terpapar Covid. Padahal sama sekali tidak ada gejala. Sedih, syok bercampur aduk saat mendengar kabar tersebut. Bagaimana tidak saya harus dikarantina sampai hasil Swab saya dua kali negatif. Praktis selama itu saya harus tidak bertemu anak dan keluarga saya. Sedih rasanya, tapi ini harus dilakukan meskipun hasil swab ini sudah terlalu lama keluar, setelah hampir dua mingguan. Saya diminta diisolasi di Wisma Atlet Jakabaring karena ruang isolasi di RSUD Siti Fatimah Sumsel sudah penuh. Bayangan macam-macam soal Covid sempat membuat cemas. Takut ini, takut itu, pokoknya sudah bingung. Saya diantar dengan ambulans dari RSUD Siti Fatimah. Saat tiba di Wisma Atlet, saya dijemput oleh petugas. Tidak ada keluarga yang boleh ikut. Tidak boleh dijenguk juga. Saya diantar ke Gedung C di kamar 203. Ada empat tempat tidur di kamar ini, namun yang diberi kasur hanya satu. “Satu orang satu kamar Mbak, tapi kalau satu keluarga dan dibuktikan dengan kartu keluarga, itu boleh satu kamar,” kata perawat yang mengantar saya ke kamar. Kamarnya cukup luas, mungkin seperti luas kamar hotel bintang tiga. Ada lemari, tempat cuci muka, kamar mandi dan di belakang kamar, ada balkon kecil. Kamar juga difasilitasi dengan AC. Namun karena yang diisolasi pasien positif Covid, AC juga dibuat tidak terlalu dingin. Tidak disediakan televisi. Pasien yang dikarantina, disediakan makan tiga kali, pagi, siang dan malam serta dua kali snack pagi dan sore. Makanan disiapkan dalam kotak dan diberi nama sesuai dengan daftar nama pasien yang ada, kemudian diletakan di satu meja khusus, masing-masing pasien tinggal mengambil makanan di atas meja. Di Wisma Atlet Gedung C, ada sekitar 100 lebih orang tanpa gejala Covid yang dikarantina. Ya, semua yang dikarantina disini sehat tidak ada keluhan sakit. Sehingga bayangan saya tentang seramnya Covid selama ini, hilang. Mungkin ini yang disebut peran imunitas tubuh. Sehingga, orang yang memiliki imunitas baik, tubuh tetap sehat meskipun dari hasil tes PCR disebut positif. “Ya, Anda dikarantina disini supaya tidak menularkan ke yang lain lagi. Kita tidak tahu imun orang itu, terutama untuk lansia dan anak-anak, apalagi yang sudah ada penyakit. Dengan begini, kita bisa memutus penyebaran Covid,” kata perawat yang mengantar saya. Karena baru hari pertama saya menginap di sini, aktifitas belum banyak. Saya cuma diminta untuk disiplin makan obat dan vitamin yang diberikan. Makan makanan bergizi dan berjemur di pagi hari. Setiap pasien yang dikarantina dilarang untuk saling mengunjungi kamar, apalagi berjalan-jalan keluar gedung. Kami juga wajib untuk selalu memakai masker. “Nanti juga ada kegiatan olahraga, akan dijadwalkan, oleh petugas,” ujar perawat itu lagi. Selain itu, setiap pasien akan dipantau oleh petugas medis melalui video call atau WhatsApp. Semua yang dirawat disini juga dibuat grup WhatsApp, sehingga bisa berkomunikasi dengan perawat yang jaga. (*) Sumber: Palpos IdCatatan Harian Jurnalis yang Positif Covid-19 Selama Dikarantina (Bagian Pertama)
Jumat 29-05-2020,11:44 WIB
Kategori :