KPU

Kemiskinan di Tanah yang Subur: Mengapa Indonesia Masih Bergulat dengan Kesenjangan Ekonomi?

Kemiskinan di Tanah yang Subur: Mengapa Indonesia Masih Bergulat dengan Kesenjangan Ekonomi?

Selli Anggraini, Mahasiswi Universitas Bengkulu Jurusan Manajemen--(Sumber Foto: Opini/BETV)

BETVNEWS - Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam, sering kali disebut sebagai "tanah yang subur."

Dari hutan tropis yang luas, lahan pertanian yang subur, hingga tambang mineral yang melimpah, negeri ini tampaknya memiliki semua yang dibutuhkan untuk mencapai kemakmuran.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tahun 2020, Indonesia berada di peringkat ke-6 dunia dalam hal kekayaan sumber daya geologi.

BACA JUGA:Indonesia Emas 2045: Nyata Atau Khayalan Belaka?

Namun, mengapa kemiskinan masih menjadi masalah signifikan dengan angka kemiskinan nasional mencapai 9,36 persen pada Maret 2023?

Salah satu alasan utama adalah eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan. Banyak perusahaan besar yang mengelola tambang dan sumber daya lainnya seringkali menggunakan metode yang merusak lingkungan dan tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat lokal.

Misalnya, menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki cadangan emas sebesar 2.600 ton dan cadangan nikel yang mencapai 42,3 persen dari total cadangan nikel global.

Namun, hasil dari kekayaan ini lebih banyak dirasakan oleh perusahaan-perusahaan besar dan tidak langsung menyentuh masyarakat di sekitar lokasi tambang.

Ketidakmerataan akses dan pendistribusian sumber daya juga menjadi masalah besar. Walaupun kekayaan alam tersebar di seluruh wilayah Indonesia, banyak daerah terpencil yang masih sulit dijangkau oleh infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, dan layanan kesehatan.

Hal ini menyebabkan potensi ekonomi di wilayah-wilayah tersebut tidak termanfaatkan sepenuhnya, meningkatkan kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Misalnya, di daerah pedalaman Papua, meskipun memiliki cadangan tembaga yang besar, banyak penduduk yang masih hidup dalam kemiskinan karena akses yang terbatas dan infrastruktur yang minim.

Masalah struktural dan kebijakan yang tidak tepat juga berkontribusi pada ketimpangan ekonomi.

Beberapa kebijakan pemerintah, baik dalam hal regulasi maupun distribusi kekayaan, seringkali tidak mampu menjangkau masyarakat secara merata.

Selain itu, ada pula masalah dalam perekonomian yang menyebabkan kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tetap menjadi masalah yang belum terselesaikan.

Misalnya, menurut data Kementerian ESDM, bauran energi Indonesia pada tahun 2023 masih didominasi oleh batu bara (40,46 persen), minyak bumi (30,18 persen), dan gas bumi (16,28 persen)​.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: