BENGKULU, BETVNEWS - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) menyetujui 2 pengajuan perkara untuk dilakukan penghentian penuntutan, pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu Tengah dan Kejari Bengkulu Selatan berdasarkan prinsip keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ).
BACA JUGA:Kejaksaan RI Raih 3 Kategori Penghargaan dalam Ajang Indonesia Digital Initiative Award 2023
Hal tersebut dijelaskan dalam video conference yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Bengkulu di Ruang Vicon Kejaksaan Tinggi Bengkulu, pada Selasa, 17 Januari 2024, sekitar pukul 08.00 WIB.
Video Conference tersebut berisi Ekspose Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Pada Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah dan Kejaksaan Negeri Bengkulu Selatan di Ruang Vicon Kejaksaan Tinggi Bengkulu.
Dalam ekspose tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Rina Virawati, S.H., M.H, didampingi oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Asisten Tindak Pidana Umum, Koordinator dan Kasi Bidang Pidum dan Kepala Seksi Penerangan Hukum.
BACA JUGA:Sosialisasi Pencegahan KDRT hingga Pola Asuh Anak, TP PKK Kaur Gandeng Unit PPA dan Kejaksaan
Perkara pertama yang diajukan penghentian yakni tersangka atas nama Efrizal Primayuni Bin Arpendi, yang ditangani oleg Kejaksaan Negeri Bengkulu. Adapun pasal yang dikenakan adalah Pasal 310 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.
Kemudian perkara kedua ditangani oleh Kejaksaan Negeri Bengkulu Selatan, pengajuan penghentian dengan nama tersangka Harnilita Binti Muhaidin. Pasal yang disangkakan adalah Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
BACA JUGA:HBA ke-63, Kejati Bengkulu Bagikan 100 Paket Sembako
Sementara itu, ada beberapa alasan 2 perkara tersebut dilakukan Restorative Justice. Diantaranya yakni Tersangka baru pertama kali melakukan Tindak Pidana, kemudian Tersangka menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.
Lalu korban juga sudah memaafkan tersangka dengan sukarela, dan Tersangka telah berdamai dengan korban. (*)
Serta proses perdamaian dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi. Selain itu, masyarakat Desa juga memberikan respon positif. (*)