BENGKULU, BETVNEWS - Konsorsium Bentang Alam Seblat mendesak Menteri Kehutanan Republik Indonesia untuk segera mencabut izin PT Anugrah Pratama Inspirasi (API) yang beroperasi di wilayah Provinsi Bengkulu.
Perusahaan yang memegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) ini dinilai telah lalai dalam menjaga kawasan hutan di wilayah konsesinya selama bertahun-tahun.
BACA JUGA:Kajati Bengkulu Resmi Tutup Pelatihan Dasar CPNS Kejaksaan RI 2024
Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang menegaskan bahwa salah satu program prioritas Kementerian Kehutanan adalah pencabutan izin bagi perusahaan yang lalai mengamankan kawasan hutan dalam areal izin mereka.
PT API di Provinsi Bengkulu merupakan perusahaan pemegang IUPHHK-HA seluas 41.988 hektar (ha) berdasarkan addendum IUPHHK-HA SK No: 3/1/IUPHHK-PB/PMDN/2017 yang terbit pada 3 April 2017.
BACA JUGA:Hujan Deras dan Pasang Laut Sebabkan Banjir di Kota Bengkulu, 65 Jiwa Terpaksa Mengungsi
Namun, berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat pada tahun 2024, kerusakan hutan di area konsesi PT API telah mencapai 14.183,48 ha, yang jelas bertentangan dengan tanggung jawab perusahaan tersebut sebagai pemegang izin.
Menurut Pasal 32 Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, "Pemegang izin sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 29 berkewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya."
BACA JUGA:35 Pejabat Eselon III Pemkab Bengkulu Tengah Ikuti Asesmen Kompetensi
Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, Pasal 156, menegaskan bahwa setiap pemegang izin usaha di kawasan hutan produksi wajib melakukan perlindungan, pencegahan kebakaran, serta pemulihan terhadap kerusakan lingkungan di areal kerjanya.
Iswadi, Ketua Yayasan Lingkar Inisiatif Indonesia yang juga Koordinator Program Konsorsium Bentang Alam Seblat, menyatakan bahwa selama 30 kali patroli kolaboratif yang dilakukan di wilayah Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Bentang Seblat, ditemukan 114 kasus kejahatan kehutanan dan satwa. Modus operandi yang sering ditemui adalah penebangan liar, atau yang dikenal dengan istilah "tebang tumbur."
BACA JUGA:10 Tersangka Korupsi Pembangunan Puskeswan Bengkulu Tengah Segera Disidang
“Setelah penebangan liar, lahan tersebut dibiarkan sejenak. Jika tidak ada respons dari penegak hukum, areal yang telah ditebang ini kemudian akan ditanami sawit. Setelah sawit mulai tumbuh, lahan ini kembali dibersihkan,” kata Iswadi.
Selain itu, Konsorsium Bentang Alam Seblat juga mengungkapkan dugaan praktik jual beli lahan di kawasan hutan yang melibatkan aparat penegak hukum dan pemerintahan desa.
Informasi yang beredar di masyarakat menyebutkan bahwa harga kawasan hutan yang telah ditebang dan siap ditanami sawit dapat mencapai Rp10 hingga Rp15 juta per ha. Perambahan dan penguasaan lahan di area konsesi ini telah dilaporkan kepada pihak berwajib.