BENGKULU, BETVNEWS - Polemik rencana pertambangan emas di Bukit Sanggul, Kabupaten Seluma, oleh PT Energi Swa Dinamika Muda (ESDM) terus menjadi sorotan publik. Pro–kontra menguat karena sebagian besar wilayah konsesi perusahaan disebut berada pada eks kawasan hutan lindung yang diusulkan untuk dialihfungsikan menjadi areal HGU tambang.
Rencana itu menimbulkan kekhawatiran serius dari masyarakat maupun pegiat lingkungan di Bengkulu. Pasalnya, Bukit Sanggul merupakan daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengaliri lebih dari 4.000 hektare sawah di 80 desa di Seluma. Pembukaan tambang dikhawatirkan memicu ancaman kekeringan, pencemaran air oleh kandungan logam berat seperti besi, hingga potensi longsor akibat kerusakan hutan.
BACA JUGA:Geger! Warga Kepahiang Temukan 3 Tengkorak Kepala Manusia di Dalam Guci
BACA JUGA:DPRD Dorong Pemprov Bengkulu Siaga Bencana dan Kesiapan Layanan Publik Jelang Nataru
Menanggapi isu yang berkembang, Pemerintah Provinsi Bengkulu menegaskan bahwa hingga saat ini belum mengeluarkan kebijakan apa pun terkait perizinan maupun pelarangan tambang emas di wilayah Seluma atau daerah lainnya. Pemprov masih berpedoman pada Surat Edaran Gubernur Bengkulu Nomor 500.4/1849/DLHK/2025 tentang kewajiban menjaga kelestarian hutan dan lahan, yang ditujukan kepada seluruh Bupati dan Wali Kota se-Bengkulu.
Surat edaran tersebut diterbitkan sebagai bentuk antisipasi menyikapi meningkatnya bencana alam di sejumlah wilayah Sumatera, termasuk banjir besar yang baru-baru ini terjadi.
“Sejak awal, Pemerintah Provinsi Bengkulu sangat konsisten menjaga dan melindungi kawasan hutan. Bengkulu adalah provinsi konservasi, dan prinsip itu tetap kami pegang,” tegas Pj Sekda Provinsi Bengkulu, Herwan Antoni.
BACA JUGA:Peringatan Hakordia, Kejari Bengkulu Utara Rekapitulasi Penanganan Pisdus 2025
BACA JUGA:Polda Bengkulu Limpahkan 3 Tersangka Gratifikasi PDAM Tirta Hidayah ke Kejati
Herwan menekankan bahwa pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan kembali kepada masyarakat aturan-aturan penting yang telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, termasuk larangan perusakan kawasan hutan dan pembukaan lahan tanpa izin.
“Kami meminta seluruh pemerintah daerah menyosialisasikan kembali larangan dalam UU Kehutanan. Ini penting agar masyarakat memahami risiko dan konsekuensi hukum terhadap aktivitas yang berpotensi merusak hutan,” tambah Herwan.