Catatan Hitam 365 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran
M. Ghifar Alfarizsy, Menteri Luar Negeri BEM KBM UNIB 2025--(Sumber Foto: IST/BETV)
Jika kita perhatikan kembali setahun jalanya pemerintahan Prabowo-Gibran melakukan praktek rangkap jabatan yang oleh anggota kabinet. Terlihat dari 55 Wakil Menteri, terdapat 30 Wakil Menteri yang rangkap jabatan baik itu sebagai komisaris diberbagai perusahaan negara maupun swasta. Padahal dalam UU 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, UU 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan UU 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan diperkuat dengan Putusan MK Nomor 80? PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor 128/PUUXXIII/2025 melarang tegas bahwa menteri, wakil menteri ataupun pelan publik untuk melakukan rangkap jabatan yang mengkhwatirkan terdapat urusan kepentingan, efektivitas kerja, dan integritas kelembagaan penyelenggara negara tersebut.
Hal ini jelas mencerminkan bahwa ketidakpatuhan hukum yang dilakukan oleh kepemerintahan Prabowo-Gibran bahkan dinilai melukainya menurunkan kepercayaan sipil terhadap pemerintah.
Pada kampanye pilpres 2024 Prabowo-Gibran memiliki ambisi dalam program kerjanya Makan Gratis yang hari ini diimplementasikan sebagai Makan Bergizi Gratis.
Dilansir dalam berita 1TULAH.COM tentang “Polemik Program Makan Bergizi Gratis: Presiden Prabowo Akui Masalah Keracunan dan Minta Tak Dipolitisasi” terdapat kurang lebih 7.000 pelajar diberbagai daerah mengalami keracunan massal. Sejak awal diluncurkannya program kerja ini sudah menimbulkan banyak sekali masalah terutama besarnya anggaran, persoalan teknis sampai pada kasus keracunan massal yang menimbulkan banyak korban mulai dari keracunan, makanan basi, distribusi yang tidak tepat hingga lemahnya sistem pengawasan.
BACA JUGA:50 Pejabat Eselon II hingga IV di Pemprov Bengkulu Dilantik, Ini Pesan Gubernur Helmi Hasan
Bukan hanya itu dalam pelaksanaan MBG ini menimbulkan beban baru bagi guru yang diminta menyediakan tenaga tambahan dan fasilitas yang tidak memadai. Lalu dibulan April sebelumnya salah satu dapur didaerah Kalibata yang mengalami kerugian hampir Rp1 miliar karena menunggak belum dibayarkan.
Padahal program MBG sudah dianggarkan mencapai Rp400 Triliun, dengan besarnya perencanaan anggaran tersebut seharusnya kejadian tunggakan tidak terjadi. Hal semacam inilah menimbulkan kecurigaan publik tentang tata kelola MBG ini dan dikhawatirkan sebagai ladang korupsi.
Dilansir dalam pemberitaan CNBC.Indonesia, sejumlah ekonom mempertanyakan efektivitas MBG yang menguras anggaran yang besar namun tidak memberikan dampak nyata yang diyakini sebagai solusi untuk menjawab permasalahan stunting.
BACA JUGA:Saling Tatap di Tempat Parkir Hiburan Malam, Mahasiswa di Bengkulu Ditikam OTD
Dalam penanganan kebobrokan pelaksanaan program MBG mempengaruhi respon negara dalam menyikapi masalah ini terutama keracunan. Kumparan.com menyebutkan terdapat kurang lebih 10.000 siswa yang mengalami keracunan. Hal yang patut kita sadari bahwa perkataan Presiden Prabowo dalam merespon masalah ini hanya terlihat dari angka statistik korban saja, bukan dari rasa empati dan jiwa sosial seorang presiden terhadap rakyatnya.
Hal ini menunjukkan kualitas negara dalam berkomusikasi kepada publik dan menyerap keresahan yang terjadi ditengah masyarakat sangatlah buruk terutama terhadap keluarga korban. Perlu kita garis bawahi kebijakan yang menyangkut aspek kehidupan, jika dilihat dari angka statistik saja adalah hal yang etis dan melukai martabat dari kemanusiaan itu sendiri.
Terjadinya masalah keracunan ini tidak boleh dianggap sebagai hal yang biasa dan dianggap bahwa program MBG ini berjalan dengan baik. Sering kita temui bahwa banyak pembenaran terhadap masalah MBG ini seolah menjadi program kerja yang paling bermanfaat, namun realita terjadi banyak kejanggalan dan permasalahan dalam program ini yang tentu harus dievaluasi guna menakar keselarasan antara perencanaan dan pelaksanaan.
BACA JUGA:Anggaran Terbatas, PPPK Paruh Waktu Seluma Terancam Tak Digaji Sesuai UMP
Menurut Economist Intelligence Unit (EIU), Indeks demokrasi Indonesia ditahun 2024 menurun menjadi 6,44 dari skala 10, dari angka tahun sebelumnya yaitu 6,53. Indonesia berada pada peringkat yang mengkhawatirkan karena ada diposisi 59 dari 167 negara dan memasuki zona flawed democracy (demokrasi cacat) dan perlu diketahui dua komponen yang mendapatkan nilai paling buruk adalah budaya politik (5) dan kebebasan sipil (5,29).
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

