Aliansi Petani Sawit Bengkulu Desak Perjanjian Kemitraan dengan PKS
Aliansi Petani Sawit Bengkulu Desak Perjanjian Kemitraan dengan PKS--(Sumber Foto: Ilham/BETV)
BENGKULU, BETVNEWS – Aliansi Petani Sawit BENGKULU menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur BENGKULU pada Senin, 28 April 2025.
Aksi ini menyoroti ketidaksesuaian harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) sawit oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam aksi tersebut, sejumlah perwakilan petani membawa spanduk dan poster berisi tuntutan terhadap harga TBS serta desakan agar pemerintah bersikap tegas terhadap PKS yang tidak patuh terhadap kebijakan harga.
BACA JUGA:Pelindo Targetkan Kapal Besar Keruk Alur Pelabuhan Pulau Baai Bulan Mei
BACA JUGA:Jaga Kesehatan Tubuh hingga Atasi Penyakit, Ini 3 Cara Mengolah Buah Mengkudu yang Lezat
Setelah melakukan orasi secara bergiliran, massa akhirnya diterima untuk audiensi bersama perwakilan Pemerintah Provinsi Bengkulu, yakni Asisten II Setda Provinsi Bengkulu RA Denny dan Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bengkulu, M. Rizon.
Ketua Aliansi Petani Sawit Bengkulu, Edy Mashury, menyatakan bahwa harga sawit petani saat ini dibeli di bawah harga yang ditetapkan oleh Pemprov Bengkulu, yaitu sebesar Rp3.143 per kilogram.
Menurut Edy, hal ini terjadi karena belum adanya regulasi yang mengikat antara petani dan PKS. Padahal, pemerintah pusat telah menerbitkan Permentan Nomor 13 Tahun 2024 tentang Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun Mitra, yang bisa dijadikan dasar penerapan kemitraan di daerah.
BACA JUGA:Wujudkan Ketahanan Pangan, Laznas Dewan Dakwah Bengkulu Panen Padi Bersama Mustahik
BACA JUGA:6 Efek Samping Konsumsi Wortel Berlebihan, Cek di Sini! Salah Satunya Alergi
"Perlu diterapkan pola kemitraan antara petani dan PKS agar ada aturan yang mengikat dengan poin-poin kesepakatan. Pola ini juga dapat memangkas peran tengkulak yang membeli sawit petani dengan harga sangat rendah," ujar Edy.
Edy juga mengeluhkan sulitnya menyampaikan aspirasi ke pemerintah.
Beberapa kali permohonan audiensi tidak direspons hingga akhirnya massa memutuskan untuk menggelar aksi turun ke jalan, yang tetap tidak mempertemukan mereka langsung dengan pihak pengambil kebijakan.
"Kami merasa sangat sulit menyampaikan aspirasi ini. Bahkan saat demo pun kami tidak bisa bertemu langsung dengan pengambil kebijakan," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

