Nujuh Likur Tradisi Ramadhan Suku Serawai, Begini Sejarah, Makna dan Filosofinya

Kegiatan Nujuh Likur yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Seluma beberapa hari yang lalu.--(Sumber Foto: Tim/Betv).
BACA JUGA:Universitas Terbuka Berpartisipasi dalam Bakti Amal Ramadhan SMKN 1 Bengkulu
Pada saat akan dibakar, di permukaan lanjaran yang paling atas akan disiram minyak tanah atau getah damar untuk mempermudah proses pembakaran. Lanjaran yang akan dibakar ini jumlahnya tak hanya satu.
Jumlahnya bisa semakin banyak, tergantung dari sayak yang berhasil dikumpulkan.
BACA JUGA:Jukir Dilarang Patok Tarif Sendiri saat Libur Lebaran, Ada Sanksinya!
Jika ditilik dari sudut pandang agama, khusunya agama Islam, maka menurut Ustad Dhani Hamdani Ketua Umum Masjid Raya Baitul Izzah (MRBI), kegiatan tersebut diperbolehkan asal tidak ada aktivitas yang bertertentangan dengan syariat islam dalam pelaksanaannya, seperti berkhalawat antara laki-laki dan perempuan dimalam nujuh likur.
"Iya asal tudak ada syariat yang dilanggar boleh saja. Walaupun saya tidak tahu banyak bagaimana dan apa saja bentuk kegiatan nujuh likur," terangnya, Selasa 18 April 2023 kemarin.
BACA JUGA:Awas Pelaku Kejahatan Seksual, Cegah dan Kenali Predator Anak di Sekitar Lingkungan Anda
Sementara budayawan Bengkulu, Agus Setiyanto juga menjelasakan sepengetahuan dirinya kemungkinan adat nujuh likur dibawa oleh orang Jawa yang bertransmigrasi ke daerah suku serawai menelisik dari etimologi bahasanya "nujuh likur" merupakan bahasa Jawa.
"Saya tidak tahu persis tapi kemungkinan adat nujuh likur merupakan akulturasi adat Jawa pendatang dan serawai bila ditelisik dari etimologi bahasanya," jelas Agus.(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: