Pilwakot 2024, Pengamat Politik Unib Sebut Ada Dua Tipe Pemilih di Kota Bengkulu

Pilwakot 2024, Pengamat Politik Unib Sebut Ada Dua Tipe Pemilih di Kota Bengkulu

Pengamat Politik sekaligus dosen Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Bengkulu (UNIB), Delfan Eko Putra mengatakan bahwa ada dua tipe pemilih yang di Kota Bengkulu berdasarkan hasil kajian dan pengamatannya.--(Sumber Foto: Jalu/BETV)

BENGKULU, BETVNEWS - Pengamat Politik sekaligus dosen Ilmu Komunikasi Fisip Universitas BENGKULU (UNIB), Delfan Eko Putra mengatakan bahwa ada dua tipe pemilih yang di Kota BENGKULU berdasarkan hasil kajian dan pengamatannya.

"Secara garis besar ada dua tipe pemilih di Kota Bengkulu yang saya temukan," kata Delfan Eko Putra, Pengamat Politik UNIB kepada BETVNEWS, Senin 18 Maret 2024.

BACA JUGA:Safari Ramadhan 1445 H, Bupati Seluma Sambangi Masjid Nurul Iman Desa Renah Panjang

Menurutnya, tipe pertama yaitu Pemilih Rasional (Rasional Choice). Dimana pemilih tersebut melihat program, visi-misi, track record, prestasi kandidat pasangan calon walikota-wakil walikota yang akan dipilih. 

"Dia akan melihat dan menilai sejauh mana public speakingnya, kekuatan politiknya di parlemen, dan program yang ditawarkan lima tahun ke depan apakah relevan dan realistis," ujar Delfan.

BACA JUGA:3 Festival Tradisional Bengkulu Masuk KEN Tahun 2024, Ini Penjelasan Gubernur Rohidin Mersyah

Lalu yang kedua, ada Pemilih Transaksional (Transactional Choicer). Dimana pemilih transaksional tersebut dalam artian positif, bukan dengan money politics. 

Pemilih tipe kedua ini memutuskan berdasarkan penawaran dari pasangan calon Walikota dan wakilnya. Seperti melakukan kontrak politik dengan masyarakat.

BACA JUGA:Edwar Samsi Ungkap Masyarakat Belum Punya BPJS Kesehatan Bisa Dapatkan Pelayanan di RS, Ini Syaratnya

"Misalnya melakukan ikatan dan kontrak politik dengan konstituen, seperti berjanji jika saya menjadi walikota saya akan mengentaskan stunting di wilayah tersebut dalam jangka 3 tahun. Bila gagal bersedia mundur. Hal ini justru lebih efektif dan murah dibandingkan melakukan money politic," tambah Delfan.

BACA JUGA:Kabupaten Seluma Dapat Jatah 2.554 Kuota CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Lanjut Delfan, partai dan politisi kerap memposisikan konstituen sebagai objek, bukan subjek politik.

Akibat pola transaksional negatif seperti money politic yang memperburuk demokrasi menjelang Pemilu dan Pilkada, mereka menjadi tidak memiliki ikatan yang kuat dengan konstituennya. 

BACA JUGA:Perkuat Sinergitas, Dinas TPHP Provinsi Bengkulu Gelar Rapat Sinkronisasi Bersama Pusat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: