BENGKULU, BETVNEWS - Media sosial (medsos) menjadi bagian dari pada pusat informasi di zaman modern sekarang. Akan tetapi saat ini medsos juga menjadi momok yang menakutkan bagi para pengguna yang menerima informasi tersebut.
Pilkada 2024 yang akan diselenggarakan beberapa bulan mendatang khususnya di Bengkulu, para kandidat calon kepala daerah juga mulai gencar melakukan pengenalan lewat media sosial masing-masing.
BACA JUGA:12 Kasus Flu Singapura di Provinsi Bengkulu, Dinkes Imbau Masyarakat Jaga Pola Hidup Sehat
Berkenaan dengan ini, biasanya masyarakat akan dibuat bingung dalam memilih kandidat calon kepala daerah. Kemudian muncul istilah buzzer yang marak di sosial media, dimana saat ini menjadi salah satu aktor paling penting dalam menggiring opini di dunia maya.
Hal ini dijelaskan oleh pakar politik dan Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu (UNIB) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dr. Mas Agus Firmansyah, M.Si., saat ditemui di ruang kerjanya, pada 6 Mei 2024.
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Umumkan Kembali Membuka Program Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor
"Ketika ada kepentingan politik tertentu, maka akun-akun medsos yang mempunyai followers banyak bisa menjadi buzzer politik demi kepentingan mereka yang membayar," ucap Mas Agus Firmansyah.
BACA JUGA:Jadi Pertanyaan, Ada Kontrasepsi Bekas Pakai di Area Kantor Dinas PMD Mukomuko
Aturan dari KPU juga sampai saat ini belum mengatur secara ketat mengenai buzzer tersebut. Karena saat merujuk ke PKPU, media sosial memang diberikan ruang, akan tetapi seharusnya didaftarkan terlebih dahulu.
"Akun-akun yang tidak resmi sekarang banyak, bisa saja dikelola oleh salah satu politisi untuk menjatuhkan lawan politik, yang biasa isinya adalah black campaign," sambung Mas Agus Firmansyah kepada BETVNEWS.
BACA JUGA:Diadakan Tertutup, Ini Cara Nonton Live Streaming Pertandingan Indonesia vs Guinea di FIFA+
Kemunculan para buzzer adalah untuk kebutuhan dan kesesuaian pada zamannya. Di daerah sendiri, buzzer mempunyai efektivitas untuk mengelola opini publik.
Akan tetapi secanggih apapun buzzer yang ada di daerah, tidak akan bisa mengalahkan dengan pertemuan face to face antara kandidat dan pemilih (masyarakat).
BACA JUGA:Korupsi Retribusi TKA, Mantan Kabid Disnakertrans Bengkulu Tengah Dituntut 8 Tahun Penjara
"Karena secara sosiologis dan geografis untuk kondisi Bengkulu harus diakui buzzer belum begitu banyak, karena mereka belum sangat berpengaruh secara signifikan untuk mempengaruhi orang-orang. Berbeda halnya dengan pilpres lalu," tambah Mas Agus Firmansyah.