BENGKULU, BETVNEWS - Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Syaifudin Tagamal, S.H., M.H., melakukan ekspose Restorative Justice (RJ) pada Kejaksaan Negeri Seluma kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) beserta jajaran secara virtual, pada Senin 12 Agustus 2024.
Dalam ekpose ini, Kajati Bengkulu didampingi oleh Asisten Tindak Pidana Umum beserta jajaran.
Ekspose ini membahas penyelesaian 2 perkara dengan mempertimbangkan mekanisme keadilan restoratif.
BACA JUGA:Pilkada 2024, Jumlah DPS Bengkulu Utara Bertambah 1.346 Orang
Perkara pertama, nama tersangka Lidan Budihartono Bin Adiar, yang disangkakan melanggar pasal Primair Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004, dan Subsidair Pasal 44 Ayat (4) UU RI Nomor 23 Tahun 2004. Pertimbangan untuk menyelesaikan perkara ini melalui keadilan restoratif antara lain tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, dan tersangka telah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Kemudian pertimbangan lain, korban telah memaafkan tersangka dengan sukarela, tersangka telah berdamai dengan korban, serta tersangka dan korban merupakan suami istri.
BACA JUGA:Mutasi di Lingkup Kejati Bengkulu, Wakajati dan 4 Pejabat Lainnya Berganti
Selain itu, proses perdamaian dilakukan melalui musyawarah mufakat, tanpa tekanan, paksaan, atau intimidasi. Terakhir, masyarakat merespon positif proses perdamaian ini.
Kemudian untuk perkara kedua, nama tersangka Zaipi Eprizon Bin Syabana, yang disangkakan melanggar pasal Pertama Primair Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004, Subsidair Pasal 44 Ayat (4) UU RI Nomor 23 Tahun 2004, atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Sosialisasi UU Desa Nomor 3 Tahun 2024 di Kaur
Pertimbangan untuk menyelesaikan perkara ini melalui keadilan restoratif adalah tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka diancam dengan pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun, dan tersangka telah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Lalu pertimbangan lainnya yakni korban telah memaafkan tersangka dengan sukarela, tersangka telah berdamai dengan korban, dan tersangka dan korban merupakan suami istri.
Proses perdamaian pun dilakukan melalui musyawarah mufakat, tanpa tekanan, paksaan, atau intimidasi, serta masyarakat merespon positif proses perdamaian ini.
BACA JUGA:Disperindagkop Seluma Ingatkan Pedagang Tidak Menaikkan Harga Sembako
Berdasarkan hasil ekspose, kedua perkara tersebut mendapat persetujuan untuk diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif.