BENGKULU, BETVNEWS - Penyakit Septichaemia Epizootika (SE), atau dikenal sebagai penyakit ngorok, kembali menyerang ternak kerbau di Kota Bengkulu.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada ternak.
Gejala utama yang muncul meliputi hewan lesu, gemetar, mata sayu dan berair, demam tinggi hingga 41-42 derajat Celsius, serta keluarnya air liur, cairan dari hidung, dan mata.
Kepala Bidang Kesehatan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bengkulu, Henny Kusuma Dewi, mengungkapkan bahwa laporan pertama kasus SE di wilayah kecamatan kampung melayu diterima pada akhir Oktober.
BACA JUGA:Penggunaan e-Katalog Sebagai Sistem Pengadaan Barang/Jasa, Peluang bagi UMKM Ikut Bersaing
BACA JUGA:Hujan Disertai Angin Kencang, BPBD Laporkan Sejumlah Pohon Tumbang di Bengkulu
Namun, lonjakan signifikan terjadi pada akhir November.
"Laporan kerbau yang terjangkit mulai masuk pada Sabtu, 30 November, dan tim kami langsung turun ke Kampung Melayu pada Minggu, 1 Desember," ujar Henny, Kamis (5/12).
Henny menjelaskan, data awal menunjukkan terdapat 10 kerbau yang terinfeksi, dengan 4 ekor di antaranya mati.
Jumlah ini kemudian meningkat menjadi 12 ekor dari 4 pemilik.
BACA JUGA:Disnaker Kota Bengkulu Catat Penerimaan Retribusi TKA Capai Rp241 Juta Selama 2024
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Surati BKN, 2 Peserta dari Enggano Tak Dapat Ikut Ujian PPPK Karena Cuaca Ekstrem
“Kondisinya sempat memuncak pada Sabtu, Minggu, dan Senin lalu, namun saat ini mulai melandai,” tambahnya.
Dari estimasi, terdapat sekitar 500-600 ekor kerbau di daerah tersebut. Namun, jumlah pasti ternak yang terinfeksi masih sulit dipastikan karena sifat koloni kerbau yang selalu berpindah.
Hingga kini, sekitar 20 ekor telah mendapatkan pengobatan, dan sebagian besar mulai menunjukkan pemulihan.