Saat di sungai penduduk Ainu akan memancing ikan salmon.
Alat yang mereka gunakan misalnya, panah, jebakan, merek (tombak), kite (harpun), jaring, hingga makiri (pisau).
Tak hanya berburu, suku ini juga melakukan aktivitas bercocok tanam dan mengumpulkan sayuran.
BACA JUGA:Cara Membuat Shogayu, Teh Madu Jahe Khas Jepang yang Lezat dan Menyehatkan
Lantas cara hidup mereka pun berubah sejalan adanya perkembangan zaman.
Deskriminasi yang dialami Suku Ainu
Perlakuan deskriminasi serta penolakan yang mereka alami memang begitu berat.
Hanya saja suku Ainu tidak patah semangat, mereka tetap berupaya dalam mewariskan kultur yang melekat hingga pada genersi selanjutnya.
Hal tersebut terjadi sejak abad ke-19 bersamaan dengan itu terbit Hukum untuk Perlindungan Peduduk Asli Hokkaido Aborigin di tahun 1899.
Adanya kebijakan tersebut, Suku Ainu dilarang berburu rusa maupun memancing ikan Salmon, sesuai undang-undang mereka kemudian menjadi petani.
Lantas, Suku Ainu sendiri harus menyesuaikan mengikuti dan melaraskan diri sebagai orang Jepang, misalnya dari bahasa, nama, hingga budaya.
BACA JUGA:Shinzen Shiki, Tradisi Pernikahan Tradisional Jepang yang Unik dan Penuh Makna
Bahkan mereka dilarang untuk menjalani praktik adat Ainu kuno, misalnya melibatkan beruang dalam upacara tradisional Ainu.
Mirisnya, penduduk asli Jepang tersebut akhirnya mengalami perubahan besar, baik struktur sosial maupun lingkungan hidup mereka, karena adanya peraturan serta pembatasan adat, bahasa, sekaligus mata pencaharian dari suku Ainu.
Berkaitan dengan pernikahan, wanita Ainu harus menjalani hidup berpasangan dengan orang Jepang.