BACA JUGA:Iduladha 1445 Hijriah, Kejati Bengkulu Sembelih 13 Ekor Hewan Kurban
Langkah tersebut selaras dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, kewenangan fundamental yang dimiliki oleh Kejaksaan adalah melakukan kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak.
Oleh sebab itu, tolak ukur keberhasilan Kejaksaan dalam menangani tindak pidana korupsi juga tercatat dengan jumlah pengembalian keuangan negara yang cukup besar.
BACA JUGA:Kejati Bengkulu Gelar Ekspose Pengajuan Restorative Justice Perkara Penganiayaan
Pada tahun 2023, total pengembalian aset yang dilaksanakan oleh Kejaksaan mencapai Rp4 triliun lebih.
"Capaian tersebut memperjelas bahwa peran institusi Kejaksaan dalam hal pemulihan aset di dalam sistem peradilan pidana terpadu menjadi sangat krusial, baik ditinjau dari kesejahteraan negara sampai dengan terangkatnya derajat penegakan hukum Indonesia khususnya dalam perkara tindak pidana korupsi," kata Jaksa Agung.
BACA JUGA:Jaksa Agung ST Burhanuddin Lantik 36 Pejabat di lingkup Kejaksaan Agung, Ini Daftarnya
Jaksa Agung mengungkapkan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi adalah proses penyitaan aset yang berada di luar yurisdiksi Indonesia. Kesulitan terbesar para penegak hukum dalam mengejar aset yaitu diperlukannya perizinan birokrat yang membuat penegakan hukum menjadi lambat.
"Perlu kita cermati bersama, dalam proses penegakan hukum pro justicia berdasarkan hukum acara, Kementerian Hukum dan HAM tidak mengambil bagian di dalam-nya, sehingga hal ini menjadi kendala bagi Kementerian Hukum dan HAM karena tidak mengetahui secara rinci substansi kasus posisi suatu perkara padahal mereka diposisikan sebagai central authority perampasan aset, hal ini pada akhirnya berdampak pada terhambatnya proses perampasan aset," imbuh Jaksa Agung.
Dalam konteks Central Authority perampasan aset, Jaksa Agung memandang idealnya wewenang tersebut akan optimal apabila berada pada lembaga yang memiliki kewenangan penyidikan, penuntutan, dan eksekusi dalam proses penyelesaian suatu perkara pidana.
BACA JUGA:Isu Kejaksaan Superbody, Suparji Ahmad: Serangan Balik Koruptor
Oleh karena itu, agar proses perampasan aset dapat dilakukan secara efektif dan optimal, penting bahwa Central Authority dilaksanakan oleh Kejaksaan, mengingat Kejaksaan merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar).
Jaksa Agung berpendapat pandangan ini sejalan dengan gagasan yang telah disampaikan oleh Prof. (HC-UNS) Dr. Bambang Sugeng Rukmono, S.H., M.M., M.H. yang mendorong central authority sebagai bagian dari integrated criminal justice system yang berada di bawah kewenangan Kejaksaan Republik Indonesia.
"Solusi yang ditawarkan ini dapat menjadi pendorong percepatan penanganan perkara, khususnya dalam penelusuran dan perampasan aset yang berada di luar negeri serta pada akhirnya dapat memperkuat sistem peradilan di Indonesia," tutur Jaksa Agung.
BACA JUGA:Kejagung RI Periksa 8 Saksi Terkait Kasus Korupsi Komoditi Emas Tahun 2010-2022
Mengakhiri ulasannya, Jaksa Agung mengucapkan selamat atas pengukuhan Profesor Kehormatan dalam Bidang Ilmu Hukum Pidana Korupsi dan Pemulihan Aset pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Prof. (HC-UNS) Dr. Bambang Sugeng Rukmono, S.H., M.M., M.H.