BETVNEWS - Iklan bukan hanya alat jualan. Ia adalah medium kultural yang sangat kuat dalam memproduksi dan menyebarkan makna termasuk makna tentang siapa yang seharusnya melakukan pekerjaan tertentu berdasarkan jenis kelaminnya.
Iklan Super Pel selama lima tahun terakhir (2020–2025) secara konsisten merepresentasikan perempuan sebagai aktor utama dalam kerja domestik, terutama dalam urusan mengepel lantai dan membersihkan rumah.
BACA JUGA:2 Bulan Terakhir, Kasus HIV di Kota Bengkulu Naik Lebih dari 70 Persen
Hampir semua versi iklannya menampilkan sosok perempuan yang terlihat senang, bangga, dan bertanggung jawab menjaga kebersihan rumah.
Namun pertanyaan kritis muncul mengapa selalu perempuan yang tampil mengepel? Di mana laki-laki? Apakah mereka tidak punya tanggung jawab yang sama atas kebersihan rumah?
BACA JUGA:Sinergi BRI dengan UMKM Lokal, Batik Parang Kaliurang Jadi Unggulan
BACA JUGA:Bahayakan Warga, DLH Kota Bengkulu Segel Lokasi Limbah Medis Milik PT EHBS
Pertanyaan ini penting karena menggugat struktur sosial yang tidak tampak, namun sangat memengaruhi kesadaran kolektif kita.
Jawaban atas pertanyaan itu tidak bisa dilepaskan dari teori ketidakadilan gender yang dikembangkan oleh Mansour Fakhih seorang tokoh penting dalam studi gender di Indonesia.
BACA JUGA:Gubernur Bengkulu Tegaskan Agar OPD Kembalikan Temuan BPK Dalam Waktu 60 Hari
- Mansour Fakih dan Lima Wujud Ketidakadilan Gender
Dalam bukunya Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Masour Fakih mengidentifikasi lima bentuk utama ketidakadilan gender, yaitu:
- Marginalisasi – pengucilan perempuan dari peran-peran penting.
- Subordinasi – anggapan bahwa perempuan lebih rendah dari laki-laki.
- Stereotipe – pelabelan negatif atau sempit terhadap peran perempuan.
- Violence (kekerasan) – baik fisik, psikologis, maupun simbolik.
- Beban kerja berlebihan – terutama karena perempuan harus bekerja di ranah publik sekaligus domestik.
Kelima bentuk ini tampak nyata dalam representasi perempuan dalam iklan Super Pel.