Analisis Bias Gender Dalam Iklan Super Pell: Representasi Perempuan Sebagai Subjek Domestik

Kamis 05-06-2025,12:10 WIB
Reporter : Yetri Agrisa/Mahasiswa
Editor : Ria Sofyan

- Ketidakhadiran Laki-Laki: Maskulinitas yang Bebas dari Rumah

Salah satu hal yang paling menarik (dan mengganggu) dalam iklan Super Pel adalah ketidakhadiran laki-laki. Jika pun ada, biasanya hanya sebagai figur pendamping atau penikmat rumah yang bersih. Mereka tidak terlibat langsung dalam pekerjaan mengepel.

Ketidakhadiran ini menunjukkan bahwa masyarakat (dan produsen iklan) masih memegang pandangan lama bahwa rumah adalah urusan perempuan, sementara laki-laki adalah pencari nafkah yang tidak perlu ambil bagian dalam urusan domestik.

BACA JUGA:Komunikasi Budaya Antar Generasi Jadi Tantangan Baru Untuk Melestarikan Adat Istiadat di Kota Bengkulu

BACA JUGA:Efek Samping Minum Teh Sehari-hari, Hindari Konsumsi Terlalu Banyak, Cek di Sini

Dalam logika Mansour Fakih ini adalah bagian dari marginalisasi terbalik, laki-laki justru didorong untuk tidak ikut serta dalam kerja domestik, sehingga memperkuat ketimpangan relasi gender. Laki-laki dijauhkan dari peran perawatan rumah, dan perempuan dipaksa memikul semua beban itu sendiri.

- Mengapa Ini Berbahaya?

Mungkin ada yang bertanya, "Memangnya salah kalau perempuan mengepel dalam iklan?". Jawabannya tidak salah jika itu pilihan bebas perempuan. Tapi menjadi masalah ketika hanya perempuan yang selalu ditampilkan mengepel, tanpa variasi, tanpa representasi laki-laki, dan tanpa ruang bagi negosiasi peran.

BACA JUGA:142 Desa di Seluma Sudah Bentuk Koperasi Merah Putih, Disperindagkop Target Selesai Sepekan

BACA JUGA:Rawat Kecantikan Kulit Wajah dengan Gunakan Buah Lontar, Cek Caranya Disini!

Media, khususnya iklan, sangat kuat dalam membentuk persepsi publik. Anak-anak yang tumbuh melihat iklan seperti ini akan menyerap pesan-pesan yang dibawanya. Laki-laki akan berpikir bahwa membersihkan rumah bukan tugas mereka. Perempuan akan menganggap bahwa mereka gagal bila rumah tidak bersih. Inilah yang disebut Masour Fakih sebagai proses kulturalisasi ketidakadilan gender, ketimpangan yang dibiarkan berulang hingga tampak normal.

- Menuju Representasi yang Lebih Setara

Kita perlu membayangkan iklan yang lebih adil, seperti seorang ayah yang mengepel rumah sambil mengajak anaknya belajar kebersihan, suami istri yang berbagi tugas rumah tangga dan anak laki-laki yang membantu ibunya membersihkan lantai.

BACA JUGA:Gubernur Helmi Hasan Akan Serahkan Lahan Taman Tahura 1.200 Hektare untuk Dikelola Dinas Ketahanan Pangan

BACA JUGA:Gunakan Modus Investasi, Oknum Pengacara Bengkulu Diduga Tipu Banyak Korban

Iklan seperti ini tidak hanya menjual produk, tapi juga menawarkan perubahan sosial. Ia membuka ruang bagi pemaknaan ulang peran gender dalam rumah tangga. Dalam perspektif Mansour Fakih, transformasi sosial hanya mungkin terjadi bila kita mampu mendekonstruksi makna-makna lama dan membangun narasi baru yang lebih adil. Iklan yang mengisi ruang-ruang privat kita setiap hari adalah medan penting bagi perjuangan itu.

Kategori :