Catatan Hitam 365 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran

Senin 20-10-2025,21:30 WIB
Reporter : M. Ghifar Alfarizsy
Editor : Ria Sofyan

BACA JUGA:Kecelakaan di Jalan Bencoolen, Pengendara Motor Tewas, Sopir Truk Langsung Serahkan Diri ke Polisi

Padahal dengan berulang kalinya reshuffle tersebut tentu menggelontorkan dana yang tidak sedikit dan hanya dapat dinikmati oleh pejabat-pejabat negara saja, jadi tidak heran jika kualitas demokrasi di Indonesia itu rendah.

Kita lihat sikap aparat kepolisian dalam menangani massa aksi demonstrasi terlihat sangat berlebihan, hal ini dapat disaksikan dengan penggunaan gas air mata, pemukulan, penangkapan tanpa prosedural yang jelas terhadap massa aksi sangat mengenaskan.

Gelombang besar kemarahan massa aksi ini terbukti dengan jatuhnya korban jiwa yaitu Affan Kurniawan seorang ojek online yang sedang mencari nafkah dan tidak ada melakukan upaya anarkis ditabrak dan dilindas dengan tragis oleh mobil taktis pada 28 Agustus 2025. Padahal kehadiran aparat seharusnya menghadirkan ketentraman dan rasa damai. Namun yang terjadi sebaliknya, pasukan aparat kepolisian hadir ditengah massa aksi justru menghadirkan rasa kontraproduktif dengan menyebarkan rasa ketakutan dan melakukan represifitas.

BACA JUGA:Bupati Bengkulu Selatan Tinjau Pengerjaan Irigasi dan Jembatan di Dusun Ganjuah

Kualitas demokrasi ini diperburuk dengan respon Presiden Prabowo yang gagal paham dalam menanggapi dinamika sosial politik dan ekonomi yang memicu amarah rakyat dengan menuduh serta mengklaim bahwa terjadinya demonstrasi besar-besaran diberbagai daerah merupakan tindakan oknum yang ingin menumbangkan pemerintah (makar) bahkan sampai disebut sebagai kejadian terorisme serta disebut bahwa demontrasi tersebut ditunggangi oleh antek asing.

Adanya ungkapan Presiden Prabowo yang menyebut aksi demonstrasi adalah makar dan terorisme malah membuka babak baru terhadap amarah masyarakat. Padahal besarnya aksi demonstrasi yang terjadi tersebut ialah bentuk dari akumulasi kemarahan masyarakat terhadap negara karena tidak berbenah kekecewaan masyarakat sebelumnya seperti halnya pemborosan uang rakyat, perilaku korup yang mendarah daging ditubuh pejabat dan kinerja pemerintah buruk lainnya.

Adapun yang akan terus kita kawal adalah penangkapan massa aksi terus ditahan sampai saat ini dengan tidak adanya bukti kuat. Bukan hanya itu, untuk membersihkan citra aparat kepolisian mereka mengungkapkan bahwa massa aksi tersebut hilang tanpa adanya kejelasan, dan tentu hal ini menuai pertanyaan apakah benar mereka hilang atau malah dihilangkan.

BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Genjot PAD dan Percepat Realisasi Belanja untuk Dukung Pembangunan Daerah

Tentu dengan bobroknya kualitas pelayanan yang dilakukan POLRI menunjukkan bahwa presiden harus melakukan gerakan Reformasi POLRI. Rendahnya kepercayaan publik terhadap polri harus menjadi pukulan keras bagi Presiden Prabowo dalam menangani keresahan masyarakat dan komitmen negara dalam menjamin keberlangsungan Hak Asasi Manusia (HAM) haruslah ditegakkan dengan seadil-adilnya.

Kemerosotan kualitas pelayanan dan kepercayaan publik terhadap polisi juga harus menjadi alasan yang mendasar bagi Presiden untuk melakukan reformasi. Mulai dari penguatan pengawasan eksternal dan internal lembaga, perbaikan sistem rekrutmen (pendidikan dan promosi merit), transparansi anggaran dan akuntabilitas kinerja, sanksi tegas tanpa toleransi untuk pelanggaran, serta budaya militeristik kepada masyarakat.

Terlepas dari sederet permasalahan diatas, terdapat pesimisme terhadap pemberantasan korupsi dalam kepemerintahan Prabowo-Gibran ini. Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkhawatirkan pemberantasan korupsi pada kepemerintahan saat ini, hal ini dikarenakan pemberantasan korupsi ini bukan menjadi agenda prioritas bagi pemerintah. Adanya sejumlah nama anggota Kabinet Merah Putih dalam rekam jejaknya menerima uang korupsi seperti Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian), Dito Ariotedjo (ex Menpora), Eddy Hiariej (Wamenkumham), Zulkifli hasan (Mendag) dan Budi Gunawan (Menko Polhukam).

BACA JUGA:Akses Jalan Putus total, DPRD Seluma Minta BPBD Sigap Tangani Bencana Longsor di Ulu Talo

Bukan hanya itu, gemuknya kabinet ini menandakan bahwa sejak era reformasi, Kabinet Merah Putih menjadi kabinet terbesar yang menjadikan dominasi politik transaksional sangat mungkin terjadi bahkan sebelum terbentuknya kabinet ini. Rendahnya pengecekan rekam jejak anggota kabinet seperti lembaga KPK, PPATK dan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan dan audit calon anggota kabinet menimbulkan kekhawatiran ketika pejabat itu bekerja.

Saat ini independensi lembaga KPK dipertanyakan bahkan dinilai semakin problematik. Ketua Pukat FH UGM, Dr. Totok Dwi Diantoro, S.H., M.A., LL.M., menyampaikan bahwa mereka telah mencatat hilangnya independensi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), yang menjadikan lembaga antikorupsi ini disebut semakin problematik. “KPK kini tidak lagi berada di puncak independensinya, dan ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan stagnasi dalam upaya pemberantasan korupsi”.

Padahal pemberantasan korupsi masuk dalam asta cita dan 17 program prioritas Prabowo-Gibran. Namun implementasi dari cita-cita itu saat ini pesimis untuk terealisasikan dengan praktek pejabat korup dan prioritas negara yang tidak menjadikan hal ini sebagai fokus utama.

Kategori :