KPU

Dilema Bisnis: Cuan vs Etika

Dilema Bisnis: Cuan vs Etika

Marisa, Mahasiswi S1 Manajemen Universitas Bengkulu.--(Sumber Foto: Opini/BETV)

BETVNEWS - Dalam kehidupan bisnis Indonesia yang dinamis, para pebisnis sering dihadapkan pada dilema antara meraih keuntungan finansial (cuan) dan mempertahankan praktik etika.

Dengan persaingan yang ketat dan tekanan untuk mencapai target finansial, muncul pertanyaan: bisakah etika tetap dijunjung tinggi tanpa mengorbankan keuntungan?

​Indonesia, sebagai negara berkembang dengan perekonomian yang terus tumbuh, masih berjuang melawan masalah korupsi. Indeks Persepsi Korupsi 2023 menempatkan Indonesia pada peringkat 115 dari 180 negara dengan skor 34 dari 100, mencerminkan tantangan besar dalam hal integritas dan transparansi bisnis.

BACA JUGA:Bisnis Beretika: Tetap Menjaga Bumi Secara Berkelanjutan, Emang bisa?

Kasus-kasus korupsi yang melibatkan perusahaan besar dan pejabat publik sering kali menghiasi berita utama, menciptakan pandangan skeptis terhadap etika dalam dunia bisnis.

​Kasus seperti skandal Jiwasraya dan Asabri menunjukkan bagaimana keserakahan dan praktik bisnis tidak etis dapat merusak kepercayaan publik dan mengakibatkan kerugian finansial besar.

Jiwasraya, misalnya, melibatkan penggelapan dana yang mencapai triliunan rupiah, menunjukkan betapa mahalnya biaya dari pengabaian etika dalam bisnis.

Praktik semacam ini tidak hanya merugikan pemangku kepentingan langsung tetapi juga menciptakan dampak negatif jangka panjang terhadap reputasi bisnis di Indonesia.

​Di tengah tekanan ini, banyak pebisnis yang merasa sulit untuk mempertahankan etika. Kompetisi yang ketat dan kebutuhan untuk mencapai keuntungan cepat sering kali mendorong mereka untuk mengambil jalan pintas.

Namun, semakin banyak bukti menunjukkan bahwa praktik bisnis yang etis dapat memberikan keuntungan jangka panjang. Sebuah survei oleh Edelman Trust Barometer 2023 menunjukkan bahwa 76% konsumen Indonesia lebih percaya pada perusahaan yang menunjukkan komitmen terhadap etika dan tanggung jawab sosial.

Ini menunjukkan bahwa ada insentif finansial yang kuat untuk menjalankan bisnis dengan etika.

BACA JUGA:Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Prospek Pekerjaan di Indonesia

​Gojek, salah satu perusahaan rintisan yang kini menjadi unicorn, adalah contoh nyata bagaimana etika dan keuntungan bisa berjalan beriringan.

Nadiem Makarim, pendiri Gojek, mengedepankan kesejahteraan mitra pengemudi dan berkontribusi positif terhadap masyarakat, yang tidak hanya meningkatkan citra perusahaan tetapi juga menarik investor dan pelanggan yang setia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: