Traktat London, Revolusi Dunia Berbalut Aroma Lada dan Kopi Wilhelmina di Bumi Rafflesia

Minggu 25-02-2024,07:57 WIB
Reporter : Daman Huri
Editor : Wizon Paidi

Semua serah terima dari kepemilikan dan bangunan yang didirikan terjadi pada tanggal 1 Maret 1825. Hal ini diluar dari jumlah yang harus dibayarkan Belanda sebesar 100.000 poundsterling sebelum akhir tahun 1825. Perjanjian ini disahkan pada tanggal 30 April 1824 oleh Britania dan tanggal 2 Juni 1824 oleh pihak Belanda.

Dengan ditandatanganinya Perjanjian tersebut, maka Kepulauan Hindia terbagi atas dua kekuasaan tersebut, maka status Singapura, Malaka, dan kawasan utara, termasuk Pulau Pinang, menjadi hak milik Inggris telah dikukuhkan. Sedangkan kawasan di sebelah selatan berada di bawah pengaruh Belanda. Pada tahun 1826, Singapura bersama-sama dengan Pulau Pinang dan Malaka digabungkan dengan satu Pemerintahan yaitu Pemerintahan Negeri-negeri Selat.

BACA JUGA:Adik Sanak Segalo, Ini 5 Rekomendasi Tempat Wisata di Seluma Bengkulu Dikunjungi saat Weekend

Dengan ditekennya Traktat London ini, Bencoolen atau sekarang menjadi Provinsi Bengkulu di Pulau Sumatera, akhirnya resmi ditukar guling dengan Singapura yang sekarang telah menjadi salah satu negara di kawasan Asia Negara.

Hal ini membuat Bencoolen yang selama ratusan tahun masuk dalam wilayah kekuasaan dan dagang milik Inggris, dengan potensi rempah-rempah lada dan ccngkeh, akhirnya resmi dikuasai Belanda dan terjadi perubahan tata kelola pemerintahan, perdagangan, pertanian dan tata kehidupan bermasayarakat. 

Sebelum kita membahas tentang masa kependudukan Belanda di Bencoolen, kita akan mengulas tentang kedatangan Inggris yang berawal saat Inggris diusir dari Banten pada tahun 1682, dan mereka pun mencari daerah alternatif penghasil Lada di pesisir barat Pulau Sumatera.

Sehingga Inggris melakukan ekspansi dengan menargetkan daerah Pariaman Sumatera Barat sebagai daerah tujuan. Akan tetapi, rombongan Inggris malah di Bencoolen yang berdekatan dengan daerah Pariaman, dan mendarat di tahun 1685, yang disambut hangat oleh rakyat Bencoolen, lantaran Inggris datang hanya untuk berdagang.

BACA JUGA:10 Besar Lomba Desa Wisata Provinsi Bengkulu Diumumkan, Berikut Daftarnya

Berjalannya waktu, Inggris pun mendirikan Gudang Lada di kawasan Pasar Kerajaan Silebar yang berjarak sekitar 10 kilometer dari pusat Kota Bengkulu sekarang, sekaligus membangun benteng untuk melindungi kepentingannya di Bencoolen, dengan memperoleh tanah yang dibarter dengan sejumlah meriah yang diberikan kepada penguasa keraajaan Silebar, yang kemudian ditahun 1714, dibangunlah Benteng Malborough atau Ford Malborough, yang sekarang masih berdiri megah menjadi saksi nyata sejarah di Provinsi Bengkulu.

Pasca ditandatanganinya Traktat London, Belanda akhirnya menjadi penguasa seutuhnya wilayah jajahan di Indonesia atau Nusantara. Tak hanya itu saja, dengan berakhirnya kekuasaan Inggris, dilakukan perubahan tata kelola Pemerintah baru dibawah kekuasaan Belanda.

Untuk penataan tersebut, daerah Jawa yang awalnya memiliki 16 Karesidenan atau daerah administratif pada jaman Pemerintahan Gubernur Raffles, ditambah 4 Karesidenan menjadi 20 Karesidenan pada masa Pemerintahan Belanda, yakni Banten, Bogor, Jakarta, Priangan, Krawang, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Jepara dan Juana, Surabaya, Pasuruan, Besuki, Banyuwangi, Madura dan Sumenep, Rembang dan terakhir Gresik. 

BACA JUGA:Sajikan Pemandangan Indah, Coba Kunjungi Wisata Sungai Trokon di Bengkulu Ini, Nikmati Sensasi Suasananya!

Selain itu, Belanda juga menguasai daerah adminstratif atau Karesiden lain di luar Jawa, yakni Aceh dan Daerah taklukannya, Pantai Timur Sumatera, Tapanuli, Pantai Barat Sumatera, Riau, Jambi, Bencoolen (Bengkulu), Palembang, Distrik-distrik Lampung, Bangka dan Belitung, Divisi Barat Borneo, Divisi Selatan dan Timur Borneo, Madano, Celebes dan Daerah taklukannya, Maluku, Timor dan Daerah taklukannya, Bali dan Lombok, termasuk Melaka, dengan total 59 Karesidenan hingga akhir penjajahan Belanda di tahun 1942.

Dengan diserahkannya Bencoolen menjadi wilayah kekuasaan Belanda, selain menguasai perdagangan lada dan cengkeh, Pemerintah Hindia Belanda juga melakukan ekspansi menjadikan daerah-daerah di Bengkulu menjadi sentra tanaman kopi, yakni di Kabupaten Rejang Lebong jenis arabika bourbon.

Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange Nassau atau lebih dikenal dengan Ratu Wilhelmina merupakan Ratu yang memimpin Belanda selama 50 tahun sejak 1948 - 1962. Selain menjadi Ratu Belanda, Wilhelmina juga dikenal perempuan pecinta kopi, dan dibawah kepemimpinannya, orang-orang Eropa diperkenalkan dengan komoditas kopi Nusantara, salah satunya kopi dari tanah Rejang yang ditanam pada masa Ratu Wilhelmina yang menerapkan kebijakan Politik Etis, dengan mengedepankan tanggung jawab moral kepada penduduk pribumi, sekaligus mengganti kebijakan Raja William III terkait Cultuurstelsel atau Tanam Paksa yang dimulai dari tahun 1830 - 1915. 

BACA JUGA:Bikin Tenang! Pantai Padang Betuah Dikenal Mirip Tanah Lot Bali? Yuk Kunjungi Destinasi Wisata Bengkulu Ini

Kategori :