Tarekat Senjata Pemberantasan Korupsi
Dempo Xler, Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu.--(Sumber Foto: Ist)
Olah spiritual (riyadhah) yang dijalankan oleh kaum tarekat sufi dalam hal ini, merupakan terapi untuk menekan dan meluruskan kecenderungan duniawi.
Dalam tradisi tasawuf, memerangi cinta dunia, digambarkan sebagai induk segala dosa, mengharuskan seseorang untuk benar-benar mengolah hati dan jiwanya agar mencapai kualitas spiritual yang sempurna dan bermaqam zuhud. ‘Isa (2001).
Orang zuhud di dalam Tarekat Sufi, secara otomatis akan bersikap wara’ (hati-hati) ketika berhubungan dengan kepentingan harta banyak orang.
Wara’ dalam tradisi tasawuf adalah menjauhi perbuatan-perbuatan yang hukumnya belum jelas, supaya tidak terjerumus kepada hal-hal yang hukumnya jelas haram (‘Isa, 2001).
Dengan demikian, wara’mengajarkan pelaku tarekat sufi untuk berhati-hati dalam segala hal, terlebih ketika berkaitan dengan hak harta orang lain, terutama terhadap hak dan harta rakyat banyak.
Jangan sampai keserakaan dan ketamakan mendorong seseorang untuk memperkaya diri dan koleganya, namun di sisi lain merugikan negara serta kepentingan rakyat.
Ketua Dewan Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Indonesia, asuhan Buya Syekh Muhammad Rasyid Syah Fandi yang berpusat di Bengkulu, yakni Al-Mukarrom Syekh Muhammad Ali Idris mengatakan bahwa, dalam upaya menciptakan kebaikan Bangsa dan Negara serta untuk mewujudkan kedamaian bagi manusia, hewan, tumbuhan dan seluruh alam ciptaan Tuhan.
Maka tidak ada jalan lain yang lebih utama untuk dilakukan selain dari pada mendekatkan diri kita kepada Allah Tuhan Rambbul Alamin.
Menurutnya, seluruh kejahatan yang dilakukan manusia di muka bumi ini, terutama korupsi, terjadi karena manusia tidak ingat lagi untuk berzikir dan kembali ke jalan Allah yang diridhoi.
BACA JUGA:Thoriqoh Naqsabandiyah Indonesia Gelar Suluk di Bengkulu Hingga Sumbar, Diikuti Ribuan Peserta
Karena itu, kejahatan korupsi yang dilakukan oleh manusia merupakan hasil dari niat, gerak, kehendak dan perbuatan yang sumbernya berasal dari dalam lubuk hati.
Hati inilah yang menjadi pusat pergerakan segala sesuatu yang akan menunjukkan kebaikan dan kejahatan manusia terhadap apa yang akan dilakukannya dimuka bumi ini. Baik secara pribadi, kelompok atau golongan. Baik langsung (tersurat) atau tidak langsung (tersirat).
Karena itu, korupsi bagi seluruh pengamal Tarekat Sufi khususnya Tarekat Naqsyabandiyah Indonesia dibawah bimbingan Syekh Ali Idris, menolak dengan keras perbuatan korupsi dan memeranginya dengan cara mengembalikan proses tersebut kepada kewajiban dan konstitusi negara sebagai pelayan dan pemangku utama dalam masyarakat.
BACA JUGA:636 Peserta Suluk di Rejang Lebong Sudah Berkumpul, Terjauh dari NTB dan NTT
Sedangkan bagi pelaku korupsi dan masyarakat pada umumnya, harus kembali kepada jalan Ketuhanan. Dengan demikian, pendidikan hati bagi manusia dapat dilakukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: