Jelang Pilkada, Pakar Politik UNIB Soroti Masalah Politik Uang dan Politik Identitas
Pakar ilmu politik Universitas Bengkulu (UNIB) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Dr. Mas Agus Firmansyah, M.Si.--(Sumber Foto: Jalu/BETV)
BENGKULU, BETVNEWS - Pakar ilmu politik Universitas BENGKULU (UNIB) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik, Dr. Mas Agus Firmansyah, M.Si, menyinggung soal politik uang dan politik identitas jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Walaupun sama-sama merusak demokrasi, dua taktik politik ini ternyata memiliki mekanisme tersendiri untuk menggaet suara publik dengan cara kotor.
BACA JUGA:LHKPN Diserahkan, 30 DPRD Seluma Terpilih Periode 2024-2029 Siap Dilantik
Ketika ditanya soal taktik mana yang lebih efektif jika digunakan oleh politisi yang tidak bertanggung jawab, Mas Agus menjelaskan bahwa keduanya memiliki keunggulan masing-masing.
"Politik uang adalah satu alat pertukaran transaksional yang paling laku untuk dikonversi menjadi suara. Berbeda dengan politik identitas, jika ingin dikonversi menjadi suara maka harus ada momentum politik yang menjadi pemicu untuk mempengaruhi emosi pemilih," papar Mas Agus Firmansyah, Minggu 4 Agustus 2024.
BACA JUGA:PMD Seluma Dorong Seluruh BUMDes Segera Miliki Legalitas dan Badan Hukum
Lanjutnya, tanpa ada pemicu maka politik identitas tidak akan bekerja secara signifikan untuk memenangkan paslon.
Oleh sebab itu, menurutnya politik uang memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap keterpilihan seorang kepala daerah.
BACA JUGA:Pilkades Serentak 122 Desa di Rejang Lebong Diwacanakan Tahun 2031
"Politik identitas tanpa ada pemicu maka tidak akan bekerja secara maksimal. Maka menurut saya, untuk taktik yang paling mempengaruhi terpilihnya seorang kepala daerah, politik uang pemenangnya," kata pakar ilmu politik Universitas Bengkulu (UNIB).
Kendati begitu, jika ada momen tertentu, poltik identitas bisa sangat laku untuk dijual.
BACA JUGA:Tim Opsnal Singa Jaya Tangkap Warga Desa Sido Luhur
Mas Agus menyebutkan contoh, jika lawan politik melakukan kesalahan dan menyinggung SARA, maka paslon lainya bisa memanfaatkan momen tersebut.
Dengan demikian, politik identitas bukan tidak mungkin malah berbalik unggul dalam memenangkan calon kepala daerah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: