Traktat London, Revolusi Dunia Berbalut Aroma Lada dan Kopi Wilhelmina di Bumi Rafflesia

Traktat London, Revolusi Dunia Berbalut Aroma Lada dan Kopi Wilhelmina di Bumi Rafflesia

Pada tanggal 17 Maret 1824, di London, Kerajaan Britania Raya dan Kerajaan Belanda menandatangani perjanjian yang dikenal dengan Traktat London atau Perjanjian London (Treaty Of London).--(Sumber Foto: Daman/BETV)

Dengan adanya Konvensi London tersebut, pada tahun 1818, Sir Thomas Stamford Raffles pasca diganti kepemimpinannya di tanah Jawa oleh John Fendall, dirinya pun melakukan ekspansi ke Pulau Sumatera, karena Sumatera dan Kalimantan tak masuk dalam Konvensi London. Lalu dia menjadikan Bencoolen sebagai daerah pilihannya, karena letak geografis yang strategis dengan posisi menghadap lansung ke Samudera Hindia dan Selat Sunda. Kemudian pada tanggal 15 Oktober 1817, Sir Raffles pun ditunjuk menjadi Gubernur Jenderal, yang kemudian membangun Pelabuhan baru di Bengkulu setelah berhasil menyakinkan East India Company (EIC) atau kongsi dagang milik Inggris, atas kekayaan dan melimpahnya komoditi lada di Bencoolen.

Setahun berjalan, Raffles yang gemar berpetualang lalu melakukan ekspedisi ke pedalaman hutan-hutan Bencoolen bersama tim dan Dr. Joseph Arnold. Kemudian ditahun 1818 mereka menemukan puspa langka di kawasan Pullo Lebbar di pedalaman hutan Manna Kabupaten Bengkulu Selatan, yang akhirnya diberi nama bunga Rafflesia Arnoldi, diambil dari gabungan nama dan Sir Thomas Stamford Raffles dan Dr. Joseph Arnold, yang sekarang nama bunga terbesar di dunia ini, menjadi ikon Provinsi Bengkulu dengan sebutan Bumi Rafflesia.

BACA JUGA:Pokdarwis Manfaatkan Sungai Kungkai dan Persawahan Desa Arang Sapat Jadi Objek Wisata

Ekspansi dan ekspedisi Sir Raffles di Pulau Sumatera akhirnya diketahui Belanda, dan dikirimkanlah utusan untuk menemui Raffles. Akan tetapi, hal ini malah tak ditanggapi, dan Gubernur Raffles malah menaikan bendera Inggris di Bencoolen dan daerah Lampung sebagai bentuk kekuasaannya.

Tak hanya itu saja, sebagai langkah untuk menarik simpati kerajaan-kerajaan di Sumatera, dirinya mengangkat kembali Raja-raja yang pernah dilengserkan pada zaman penjajahan Belanda, dan ditahun 1819 tepatnya pada tanggal 29 Januari, Gubernur Raffles berhasil mengembangkan wilayah kekuasaannya sampai Singapura, sebagai upaya untuk menghentikan monopoli perdagangan VOC atau Vereenigde Oost Indishe Compagnie, yang menjadi perusahaan dagang milik Belanda.

BACA JUGA:Pengunjung Objek Wisata Kampoeng Durian Membeludak Saat Libur Nataru, Capai 20 Ribu Orang

Seiring waktu, pasca dikuasai Inggris, Singapura mulai berkembang menjadi wilayah dagang yang menjanjikan dan bersaing dengan wilayah VOC di Batavia atau Jakarta. Sehingga hal ini membuat Belanda meradang dengan perkembangan dagang Inggris, dan kedua negara yang menjadi penguasa perekonomian dunia kala itu, melakukan perundingan kembali, yang dikenal dengan Traktat London, yang ditandatangani pada 17 Maret 1824, yang isinya antara lain sebagai berikut:

1. Inggris menyerahkan pabrik dan Fort Malborough di Bencoolen dan semua kepemilikannya di Sumatera kepada Belanda.

2. Kedaulatan Aceh tidak boleh diganggu Belanda, tetapi Aceh juga tidak boleh menganggu keamanan di lautan.

3. Inggris diberi akses perdagangan dengan Kepulauan Maluku, khususnya dengan Ambon, Banda dan Ternate

4. Belanda menyerahkan semua perusahaan di anak Benua India yang telah berdiri sejak 1609.

5. Belanda menyerahkan Kota dan Benteng Malaka serta setuju untuk tidak membuka kantor di Semenanjung Melayu ataupun membuat perjanjian dengan Penguasa setempat.

6. Inggris menarik pasukannya dari daerah penguasaan Belitung dan menyerahkannya kepada Belanda.

7. Belanda menarik pasukannya dari Singapura dan menyerahkan wilayah tersebut kepada Inggris.

8. Inggris berjanji untuk tidak mendirikan kantor perwakilan di Kepulauan Karimun Jawa, Kepulauan Batam, Bintan, Lingga atau Kepulauan lain di Selat Singapura.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: