dempo

Tolak RUU Penyiaran, Koalisi Jurnalis Bengkulu Jalan Mundur Bawa Keranda dan Tanggalkan Kartu Pers

Tolak RUU Penyiaran, Koalisi Jurnalis Bengkulu Jalan Mundur Bawa Keranda dan Tanggalkan Kartu Pers

Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu mengelar aksi unjuk rasa menolak Revisi UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002, tentang Penyiaran, Rabu 29 Mei 2024.--(Sumber Foto: Ilham/BETV)

Yunike menyebut, Pasal 50B ayat 2 huruf c yang mengatur pelarangan praktik jurnalisme investigasi. Sementara jurnalisme investigasi merupakan dasar dari jurnalisme profesional. 

Jika pasal ini disahkan, kata Yunike, maka publik hanya mendapat informasi seadanya dan tidak liputan mendalam serta kontrol sosial menjadi terbatas.

BACA JUGA:Hadiri Pembangunan Gereja, Bupati Kaur Pesankan Jaga Keharmonisan Antar Umat Beragama

Hal tersebut, tegas Yunike, bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, Pasal 4 ayat 2, pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Lalu, RUU Penyiaran pada Pasal 34 sampai 36. Kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembredelan konten di media sosial.

Hal ini tentu mengancam kebebasan konten kreator maupun lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet. Konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) yang jelas-jelas mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM.

Pasal problematik lainnya, sambung Yunike, Pasal 8 A ayat (1) huruf q, sengketa pers karya jurnalistik terutama penyiaran itu nantinya diselesaikan oleh KPI. Ini tentu bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, yang mana sengketa pers diselesaikan oleh Dewan Pers melalui hak jawab, koreksi dan lainnya.

BACA JUGA:Jonaidi SP Antar Berkas 4 Cabup dan Cawabup Seluma ke DPD Partai Gerindra

Kemudian, Pasal 51 E, sengketa pers akibat putusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan. Selanjutnya, Pasal 50B ayat 2K, pembungkaman kebebasan berekspresi lewat ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik.

Di pasal itu, jelas Yunike, Mahkamah Konstitusi RI telah membatalkan pasal berita bohong yang menimbulkan keonaran, Pasal 14 dan Pasal 15 pada UU No 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 ayat (1), tentang pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada 21 Maret 2024.

BACA JUGA:Kepala MAN 2 Kepahiang, Bendahara dan Kepala TU Jadi Tersangka Korupsi Dana BOS

Pada draf RUU Penyiaran ini, lanjut Yunike, menghapus Pasal 18 dan 20 dari UU Penyiaran No 32/2002. Di mana pasal-pasal ini membatasi kepemilikan TV dan radio. Hilangnya pasal-pasal ini akan mempermulus penguasaan TV dan Radio pada konglomerasi tertentu saja. 

"Hapus pasal-pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers, demokrasi dan HAM. Jangan bungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Tinjau ulang urgensi revisi UU Penyiaran," kata Yunike, Rabu 29 Mei 2024.

BACA JUGA:Berjasa di Dunia Olahraga, 4 Tokoh Ini Terima Penghargaan dari Pemprov Bengkulu

Anggota Bidang Advokasj AJI Bengkulu, Romi Juniantra mengatakan, RUU Penyiaran secara nyata membatasi kerja-kerja jurnalistik maupun kebebasan berekspresi secara umum dan berniat untuk mengendalikan secara berlebihan (overcontrolling) terhadap ruang gerak jurnalis.

Hal itu tentu berdampak pada pelanggaran terhadap hak atas kemerdekaan pers serta pelanggaran hak publik atas informasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: