Jampidum Setujui 4 Perkara Restorative Justice, Salah Satunya Kasus KDRT di Kabupaten Sanggau
Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 4 (empat) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) p--(Sumber Foto: Tim/BETV)
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Sanggau mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat Edyward Kaban, S.H., M.H. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Kamis, 28 November 2024.
BACA JUGA:10 Bahan Alami Ampuh Memperbaiki Skin Barrier, Wajah Auto Kenyal dan Elastis Lagi
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 3 perkara lain yaitu:
Terangka Ripki Septiana alias Ule alias Acil bin Kidik (Alm) Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 dan ke-5 KUHP Subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Retendra Johnbetri pgl Ten dari Kejaksaan Negeri Solok, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Aulia Adi Putra pgl Willi dari Kejaksaan Negeri Solok, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP, Pasal 351 Ayat (2) KUHP tentang Penganiayaan.
BACA JUGA:11 Cara Efektif Memperbaiki Skin Barrier Wajah yang Rusak, Yuk Terapkan
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum;
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif.
BACA JUGA:Harga Karet di Provinsi Bengkulu Tembus Rp12 Ribu per Kilogram
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.
(Rls)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

