Gelar Aksi Peringatan Hari Buruh, Minta Revisi UU Cipta Kerja dan Tuntut Kenaikan Upah Pekerja
Mahasiswa dan buruh saat menggelar aksi di depan Kantor DPRD Provinsi Bengkulu.--(Sumber Foto: Ilham/Betv)
BENGKULU, BETVNEWS - Aliansi Eksekutif Mahasiswa Provinsi Bengkulu dan serikat pekerja menggelar aksi demonstrasi dalam rangka hari buruh atau May Day 2024 di depan Kantor DPRD Perovinsi Bengkulu, Jum'at 3 Mei 2024.
Ketua SPSI Provinsi Bengkulu Aizan Dahlan mengatakan, aksi peringatan May Day secara Nasional dengan tema revolusi, masih sama dengan tahun sebelumnya meminta Pemerintah merevisi UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
BACA JUGA: Lakukan Sekarang Sebelum Terlambat! Begini Cara Mencegah DBD dengan 3M
UU Cipta Kerja ini dinilai tidak berpihak kepada pekerja terutama pemberhentian hubungan kerja (PHK) sewenang-wenagan oleh perusahaan, perhitungan upah terpusat, arsosin merajalela, dan masih banyak pasal-pasal yang tidak berpihak kepada pekerja.
"UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja sangat menyakiti pekerja terutama poin-poin tersebut, itulah yang perih dirasakan pekerja se-Indonesia," ucap Aizan.
BACA JUGA:Tingkatkan Produksi Pertanian, Dinas TPHP Provinsi Bengkulu Akan Salurkan Bantuan 1.118 Alsintan
Kemudian Putuskan MK nomor 91 tahun 2020 menyatakan UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dinyatakan cacat prosedur atau in konsotusional bersyarat. Kemudian rezim Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2022 dan itu menjadi UU nomor 6 tahun 2023 artinya tidak ada perubahan dengan UU nomor 11 tahun 2020.
"Itu lah akal-akalan sekelompok kekuasaan dan oligarki, sehingga buruh dan perkeja masih mempersoalkan aturan tersebut," ungkapnya.
BACA JUGA:May Day, Serikat Pekerja Provinsi Bengkulu Gelar Bakti Sosial di Benteng
Sementara itu, dikatakan Aizan, upah minimum di Provinsi Bengkuku adalah terendah se-Sumatera atau diangka Rp 2,5 juta sedangkan daerah tetangga sudah Rp 2,7 juta bahkan ada yang sudah Rp 3 juta.
"Pada akhir tahun 2023 SPSI meminta kenaikan upah minimum Provinsi Bengkulu sebesar 10 persen tetapi yang direalisasikan tidak sampai 4 persen, ini menjadi keresahan pekerja," terangnya.
Disi lain, lanjut Aizan, tripartib atau hubungan pekerja, perusahaan dan pemerintah tidak berjalan semestinya. Bahkan dalam dialog yang difasilitas Pemerintah Provinsi Bengkulu tidak ada solusi yang diberikan.
"Dialog yang digelar tidak ada solusi bagi pekerja dan Dinas Tenaga Kerja tidak tau arah," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: