Pangeran Ali dari Camat Perang sampai Bon Perang
Pangeran Ali dari Camat Perang sampai Bon Perang--(Sumber Foto: Tim/BETV)
Menurut Pangeran Ali, penyebutan nama batu etok di peta itu membuktikan bahwa lokasi itu milik suku Pekal Marga Ketahun karena menggunakan bahasa Pekal untuk menyebut batu retak.
"Jika itu milik Marga Suku IX pastilah dipeta akan tertulis "buteu retok" sesuai dengan bahasa Rejang", ujar Pangeran Ali.
Sontak anggota tim Marga Ketahun tersenyum sumringah, bertambahlah kekaguman mereka pada kecerdasan pemimpinnya, sementara perwakilan Controleur Rejang dan Controleur Lais manggut-manggut mendengar uraian yang logis dan masuk akal itu.
Sebulan setelahnya, keluar putusan Residen Bengkulu bahwa lokasi itu memang benar dan sah milik Marga Ketahun.
Entah ada hubungan apa tidak antara putusan itu dengan jamuan 'mewah' berupa bir dan roti keju dari Pangeran Ali kepada pembesar Belanda saat perkara itu berlangsung.
MENJADI CAMAT PERANG.
19 Desember 1948 Belanda melanggar perjanjian renville dengan melakukan agresi ke II. Hampir semua kota-kota penting dikuasai Belanda tak terkecuali Kota Palembang.
Menyikapi hal tersebut AK. Gani selaku Gubernur Militer Sumatera Bagian Selatan mengambil tindakan menyingkir ke Curup Rejang Lebong dan menjadikannya sebagai pusat Pemerintahan Militer mencakup Jambi, Bengkulu, Lampung dan Sumatera Selatan.
Tak lama dari Curup, pemerintahan militer dipindahkan ke Muara Aman Lebong. Terakhir, pusat pemerintahan dipindahkan ke Lebong Tandai Napal Putih (saat ini masuk Kabupaten Bengkulu Utara).
Karena Bukit Barisan yang berhutan lebat dan konturnya yang berbukit-bukit dipandang strategis sebagai basis perang gerilya.
Pilihan itu juga karena pertimbangan Lebong Tandai sebagai penghasil emas dapat dipakai sebagai logistik guna memenuhi kebutuhan biaya perang.
Setelah menempuh perjalanan panjang dan melelahkan dari Lebong melewati Lubuk Temiang, Tanjung Bialu dan Muara Santan dengan menunggangi kuda tibalah AK. Gani di Napal Putih, A. K. Gani yang lahir di Palembayan, Agam, Bukit Tinggi itu langsung mencari Pangeran Ali sebab dia tahu Pangeran Ali masih sepupunya dikarenakan ayah Pangeran Ali yang bernama Badu Gelar Kari Mudo juga berasal dari Palembayan.
Waktu itu Pangeran Ali bukan lagi sebagai Pangeran Marga Ketahun karena sudah mengundurkan diri pada Desember 1947.
Tapi penghormatan rakyat tidak berubah, bahkan masyarakat umum tetap saja memanggilnya Pangeran Ali.
Saat keduanya bertemu, mata mereka berkaca-kaca menahan haru. sebuah momen yang menggetarkan jiwa antara dua orang bersaudara yang belum pernah bertemu sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: